Logo Bloomberg Technoz

Proyek Dragon diperkirakan menelan investasi US$6 miliar atau sekitar Rp98,58 triliun (asumsi kurs Rp16.430 per dolar AS). Belakangan, IBC bersama dengan konsorsium CBL telah menandantangani sejumlah usaha patungan atau joint venture (JV) pada beberapa tahap bisnis baterai setrum itu dari sisi hulu atau upstream tambang, antara atau midstream, sampai hilir atau downstream berupa pabrik sel baterai.

Di sisi hulu, terbentuk 3 usaha patungan di antaranya PT Sumber Daya Arindo (SDA), yang mengelola tambang nikel. Antam memegang 51% saham sementara sisanya dipegang afiliasi CBL, Hongkong CBL Limited (HKCBL).

Selanjutnya, usaha patungan di sisi rotary kiln electric furnace (RKEF) dan kawasan industri lewat PT Feni Haltim (PFT), dengan porsi saham Antam 40%.

Sementara itu, Antam memegang saham 30% untuk usaha patungan pabrik hidrometalurgi atau high pressure acid leach (HPAL).

Selanjutnya, usaha patungan lainnya dikerjakan IBC bersama dengan CBL meliputi bahan baku baterai, perakitan sel baterai hingga daur ulang.

IBC cenderung memiliki saham minoritas pada lini kerja sama midstream sampai hilir ini.

IBC memegang saham 30% untuk proyek pengolahan bahan baku baterai dan perakitan sel baterai. Sementara itu, IBC mendapat bagian 40% saham untuk usaha patungan di sisi daur ulang baterai.

Pangsa CATL dalam pasar baterai EV global./dok. Bloomberg

VP Commercial and Marketing IBC Bayu Hermawan mengatakan linimasa atau timeline pengerjaan Proyek Dragon sejauh ini masih berjalan sesuai rencana yang diamanatkan oleh pemerintah.

“Kalau Proyek Dragon, sekarang sudah quite progressing ya di Karawang ya. Karawang, tidak jauh-jauh dari teman-teman LG juga sih pabriknya,” ujarnya saat ditemui di sela agenda RE: Invest Indonesia, Kamis (24/4/2025).

“Kalau mulai produksi [Proyek Dragon], sebenarnya pada akhir 2026, tentu dengan ramping up ya, tidak bisa langsung 100% full.”

Divestasi Tambang & Kawasan Industri Antam

Megaproyek baterai setrum ini ditandai dengan divestasi saham anak usaha Antam kepada afiliasi CBL, HongKong CBL Limited (HKCBL).

Antam melalui anak usahanya PT Sumberdaya Arindo (SDA) dan PT Feni Haltim (FHT) telah menyelesaikan transaksi divestasi bersama HKCBL pada 23 Desember 2023.

Direktur Utama Antam Nicolas D. Kanter membeberkan divestasi anak usaha itu menghasilkan kas senilai Rp7,23 triliun.

Rencanannya, dana itu akan digunakan untuk membiayai Proyek Dragon pada lini bisnis tambang, smelter hingga kawasan industri bersama dengan afiliasi CBL.

“Divestasi kemarin itu hanya bisa kita pakai sebagian saja untuk menjadi modal untuk sampai RKEF maupun sebagian untuk HPAL,” ujar Direktur Utama ANTAM Nicolas D. Kanter dalam agenda MINDialogue di Jakarta Selatan, dikutip Jumat (21/6/2024). 

Di sisi lain, Nico menuturkan, perseroannya turut menjajaki peluang pendanaan dari perbankan untuk menutupi sebagian investasi pada sisi hulu tambang sampai pabrik pemurnian bijih nikel tersebut.

“Kita juga mencoba bank-bank nasional maupun bank internasional ini masih dalam tahap awal yang kita lakukan dengan bantuan daripada BNP Paribas,” ujarnya.

Proposal Pabrik Bahan Baku Konsorsium CBL

Konsorsium CBL, lewat Hongkong CBL Limited, menguasi 70% saham pada usaha patungan pabrik bahan baku baterai bersama dengan IBC, yang memegang 30% saham.

Pabrik berlokasi di Halmahera Timur itu bakal mengolah mixed hydroxide precipitate (MHP) menjadi ternery (NCM) prekursor dan kemudian prekursor menjadi cathode active material (CAM) dengan kapasitas produksi 30.000 ton CAM per tahun.

Kapasitas sekitar 22,5 ribu ton CAM digunakan untuk JV Battery Cell Manufacturing dan sisanya dijual ke pihak lain.

Baterai CATL./dok. Bloomberg

Rencanannya, pabrik pengolahan bahan baku itu akan menelan investasi mencapai US701 juta. Konsorsium menargetkan proyek ini bisa beroperasi komersial pada kuartal IV-2027.

Berdasarkan feasibility study konsorsium, pabrik ini memiliki net present value (NPV) US$182 juta, dengan tingkat pengembalian investasi (IRR) 15,3%.

Saat ini, konsorsium tengah memasuki tahap pemenuhan condition precedent (CP) pada joint venture agreement (JVA), termasuk anggaran dasar, antitrust filling, serta menunggu CBL melengkapi dokumen yang digunakan untuk final investment decision (FID), termasuk offtake agreement.

Di sisi lain, Jiangsu Lopal Tech Co sedang mempertimbangkan untuk menggalang dana sekitar US$200 juta (Rp3,26 triliun) untuk unitnya di Indonesia seiring dengan upaya untuk meningkatkan produksi lokal bahan baku baterai kendaraan listrik.

Menurut orang-orang yang mengetahui situasi ini, Lopal, pemasok untuk pembuat baterai terbesar di dunia, Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL), sedang bekerja sama dengan seorang penasihat untuk mengukur minat dari para calon investor.

Lopal berharap dapat memulai produksi di pabrik bahan katoda lithium-besi fosfat di kawasan industri Kendal, Jawa Tengah. Total investasi di fasilitas ini diperkirakan mencapai US$290 juta, dan akan memiliki kapasitas 120.000 ton bahan katoda LFP, menurut situs web Lopal.

Tren investasi pabrik baterai EV global. (Sumber: Bloomberg)

Penggalangan Dana CATL Buat Pabrik Karawang

Belakangan, CATL tengah menggalang pinjaman US$1 miliar atau sekitar Rp16,46 triliun (asumsi kurs Rp16.460 per dolar AS) untuk mendanai pabrik sel baterai di Karawang, Jawa Barat.

Fasilitas pinjaman ini diperkirakan memiliki tenor antara 5 tahun sampai 7 tahun, menurut sejumlah narasumber yang identitasnya dirahasiakan karena pembahasan masih bersifat privat.

CATL, lewat anak usahanya CBL International Development Pte Ltd (Singapore-CBL), bakal memegang 70% saham pada pabrik sel dan modul baterai tesebut. Sementara itu, IBC memegang saham minoritas 30%.

Kongsi pabrik baterai ini sudah diteken pada 16 Oktober 2024 lalu dengan nama PT Contemporary Amperex Technology Indonesia Battery (PT CATIB). Rencanannya pabrik akan berdiri di Kawasan Industri AIH-KNIC, Karawang.

Hanya saja belakangan, terdapat perbedaan ODI Approval Pemerintah China kepada CBL dengan total investasi yang disetujui US$417 juta, sedangkan joint feasiblity study serta CJVA yang disepakati sebelumnya US$1,18 miliar serta kapasitas tahap I yang lebih rendah sekitar 6,9 GWh dari target semula 10 GWh sampai dengan 15 GWh.

Berdasarkan draft feasibility study Januari 2025 yang disampaikan IBC, nilai proyek manufaktur sel baterai itu mencapai US$417,03 juta, dengan net present value US$310,85 juta. Hitung-hitungan konsorsium, IRR untuk proyek ini berada di level 17,41%.

Di sisi lain, pembicaraan dengan calon pemberi pinjaman masih berlangsung dan detail terkait dengan pinjaman itu masih bisa berubah, tambah para sumber. CATL belum memberikan tanggapan atas permintaan konfirmasi.

Manuver CATL untuk memperluas produksi baterainya di Indonesia dilakukan saat raksasa baterai kendaraan listrik asal China ini mulai menjajaki minat investor untuk potensi penawaran saham senilai US$5 miliar — yang bisa menjadi salah satu pencatatan saham terbesar di Hong Kong dalam beberapa tahun terakhir.

JV Terakhir Daur Ulang

Pabrik daur ulang baterai ini rencanannya bakal dibangun di Halmahera Timur, Maluku Utara. Pabrik ini bertujuan mengolah black mass dari baterai bekas menjadi larutan NCM, yang akan digunakan sebagai bahan baku JV pabrik baterai material.

Pabrik daur ulang baterai Li-ion ini memiliki kapasitas pengolahan 18,5 ribu ton black mass (battery powder & electrode plate powder) dan menghasilkan larutan NCM dengan kandungan Ni 4,2 ribu ton dan Co 1,4 ribu ton.

Anak usaha CATL, Hongkong CBL Ltd (Hongkong-CBL) bakal memegang 60% saham pada usaha patungan ini, sisanya 40% saham dipegang IBC.

Proyek ini rencanannya mulai dibangun pada 2028 mendatang, dengan target operasi pada kuartal II-2031. Adapun, nilai proyek ditaksir mencapai US$196 juta, dengan NPV dan IRR masing-masing US$196 juta dan 14,50%.

(naw/wdh)

No more pages