Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Kalangan ekonom kompak memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di bawah target 5,2% yang termaktub dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun ini.

Proyeksi ini disampaikan khususnya setelah Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di level 4,87% pada kuartal I 2025. Terlebih, angka pertumbuhan ini tercatat terendah sejak kuartal III-2021 lalu.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat dari 5,03% pada 2024 menjadi dalam kisaran 4,5–5% pada 2025, turun signifikan dari perkiraan awal sebesar 5,11%.

"Kami merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan Indonesia untuk 2025 menjadi di bawah 5%, mempertimbangkan ketidakpastian yang meningkat akibat perang dagang yang sedang berlangsung," ujar Josua dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (6/5/2025).

Josua memperkirakan perang dagang yang sedang berlangsung dapat meredam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, mempertimbangkan Indonesia merupakan ekonomi yang terbuka secara kecil (small open economy), dampak keseluruhan diperkirakan tetap terbatas, terutama jika respons kebijakan proaktif dan negosiasi yang sukses dengan Amerika Serikat dapat mencegah penerapan tarif balasan secara penuh.

Perkiraan awal menunjukkan potensi penurunan Produk Domestik Bruto sebesar 0,3–0,5 poin persentase. Di dalam negeri, momentum pertumbuhan tampak melambat. Ketidakpastian yang meningkat akibat perang dagang telah mendorong perusahaan menunda rencana investasi dan ekspansi, yang membatasi penciptaan lapangan kerja dan sedikit melemahkan daya beli rumah tangga.

Namun, Josua tetap memperkirakan bahwa sektor-sektor yang berorientasi domestik akan tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini, termasuk sektor jasa, meskipun prospeknya dapat terkendala oleh langkah-langkah efisiensi pemerintah serta ketidakpastian global yang meningkat.

"Kekhawatiran yang meningkat tentang pertumbuhan yang melambat dapat membuka ruang untuk pelonggaran moneter. Jika ketidakpastian global berkurang dan ekspektasi pemangkasan suku bunga Federal Reserves atau The Fed menguat, Bank Indonesia dapat menurunkan suku bunga BI hingga 50 basis poin sepanjang sisa tahun ini," ujar Josua.

Dikonfirmasi secara terpisah, Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2025 diperkirakan hanya akan berada dalam kisaran 4,95% hingga 5,05%.

Perinciannya, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 4,9%-5% pada kuartal II-2025. Dalam kuartal ini, hari kedua dan periode libur panjang Idulfitri membantu mendoorng konsumsi, tetapi ekspor tetap melemah.

Pada kuartal III-2025, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan 5,1%-5,2%. Hal ini terjadi karena adanya puncak konsumsi domestik, tetapi ekspor stagnan.

Pada kuartal IV-2025, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan 5%. Hal ini terjadi karena belanja tutup tahun stabil tetapi ekspor belum pulih.

"Indonesia memulai 2025 dengan tantangan serius dari dalam dan luar negeri. Kuartal pertama mencatatkan pertumbuhan ekonomi hanya 4,87%, turun dari 5,11 persen pada periode yang sama tahun lalu. Angka ini menunjukkan tekanan struktural yang perlu segera ditanggapi dengan reformasi kebijakan yang berani dan strategis," ujar Syafruddin.

Syafruddin mengatakan pemerintah telah memutuskan langkah efisiensi fiskal di awal tahun, dengan tujuan menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) justru menghambat belanja daerah. Banyak proyek infrastruktur desa tertunda, belanja publik terhambat, dan konsumsi rumah tangga melemah. Padahal, sektor konsumsi menyumbang 54,53% terhadap PDB.

Dari sisi eksternal, situasi tidak kalah menekan dengan kembalinya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ke Gedung Putih menghadirkan babak baru perang dagang global. Tarif sepihak diterapkan kembali terhadap negara berkembang termasuk Indonesia.

"Produk ekspor utama seperti tekstil, sepatu, logam, dan karet terkena dampaknya. Pada saat yang sama, China sebagai mitra dagang utama juga memperkuat substitusi produk lokal dan mengurangi impor dari luar. Hal ini secara langsung menekan permintaan terhadap bahan mentah dan komoditas dari Indonesia," ujarnya.

Terakhir, Kepala Ekonom Bank Central Asia David Sumual mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sulit untuk ke arah 5,2% pada 2025.

"Dengan upaya keras percepatan belanja pemerintah terutama yang terkait program unggulan [flagship] pemerintah diharapkan semester II-2025 bisa lebih baik. Namun, dengan catatan ketegangan akibat perang tarif juga mereda," ujar David.

Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyebutkan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 tumbuh melambat 4,87% dibandingkan kuartal I 2024 atau secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka pertumbuhan ini berada di bawah pertumbuhan kuartal I 2024 yang berada di level 5,1% (yoy).

"Jika dibandingkan kuartal IV 2024 atau kuartalan, ekonomi Indonesia terkontraksi 0,98%," ujar Amalia.

Dia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I umumnya memang relatif lebih rendah dibandingkan kuartal IV tahun sebelumnya.

Amalia menjelaskan komponen pengeluaran yang memberi kontribusi terbesar terhadap PDB adalah konsumsi rumah tangga, yakni memberi distribusi 54,53% dan tumbuh 4,89%. "Konsumsi rumah tangga ditopang liburan dan momentum Ramadan serta Lebaran," tutur dia.

Disusul, komponen PMTB memberi distribusi 28,03%, meski tumbuh melambat 2,12%.

Komponen pengeluaran yang tumbuh paling tinggi adalah ekspor, yakni mencapai 6,78% dengan distribusi 22,3%. Hal ini dipicu oleh kenaikan nilai ekspor nonmigas dan kunjungan wisatawan. Sementara itu, kinerja impor juga meningkat 3,96%, dan memberi distribusi -19,74% terhadap PDB.

Selanjutnya, konsumsi lembaga non-profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) tercatat tumbuh 3,07% dan memberi distribusi 1,39%.

Terakhir, konsumsi pemerintah hanya memberi distribusi 5,88% dan pertumbuhannya kontraksi 1,38%, terutama secara year-on-year/yoy (tahunan), yakni kuartal I 2025 dibandingkan kuartal I 2024.

(lav)

No more pages