Sekadar catatan, biaya lifting adalah biaya yang dikeluarkan KKKS—termasuk Pertamina — dalam memproduksi minyak dari reservoir sampai ke tangki penyimpanan yang terpasang custody meter untuk dijual kepada pihak lain.
Hadi, yang juga Direktur Utama PT Petrogas Jatim Utama Cendana (PJUC), menuturkan dalam jangka pendek kondisi tersebut dapat memengaruhi produksi dan lifting minyak nasional.
Akan tetapi, dia menggarisbawahi produksi dan lifting ditentukan WP&B dalam satu tahun. Namun, rencana produksi atau lifting bisa ditunda sampai tahun berikutnya jika dirasa saat ini harga sedang jatuh sambil menunggu harga membaik.
Namun, tindakan tersebut dalam sistem production sharing contract (PSC) harus mendapatkan izin dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Tren Investasi
Meskipun demikian, dalam jangka pendek, sentimen global di pasar minyak tersebut tidak akan memengaruhi tren investasi hulu minyak karena merupakan bisnis jangka panjang.
Di sisi lain, kemungkinan KKKS akan melakukan perampingan program kerja dan memutuskan hubungan kerja karyawannya. Bahkan, kondisi tersebut akan berimbas kepada service company, supplier, dan pengadaan jasa kepada KKKS.
Harga minyak mentah Brent untuk pengiriman Juli stabil di US$60,21 per barel pada pukul 8:30 pagi di Singapura hari ini. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni sedikit berubah di US$57,08 per barel.
Sepanjang April, harga minyak terjerembap lebih dari 16% pascapengumuman tarif Trump. Bulan lalu juga menandakan perubahan harga minyak yang besar, dengan kontrak awal bergerak di rentang US$62,8/barel—US$75/barel pada penutupan pasar.
Menurut perkiraan BMI, lengan riset Fitch Group, harga minyak dunia pada 2025 akan bertengger di rerata US$68/barel dan pada 2026 di US$71/barel.
Setelah Trump memutuskan untuk menunda selama 90 hari kebijakan tarif resiprokalnya, kecuali terhadap China, performa harga Brent tetap tidak terkatrol signifikan. Bahkan, pasar minyak dunia berada di bawah tekanan baru memasuki Mei.
Penyebabnya, saat China tidak dimasukkan dalam pengecualian 90 hari, kekhawatiran akan permintaan minyak dunia dan ketidakpastian ekonomi global justru makin meluas dan membebani sentimen investor.
Belum selesai sentimen tarif Trump, pasar minyak juga dihadapkan pada keputusan OPEC+ pada 3 Mei untuk memulai normalisasi produksinya sebesar 411.000 barel per hari (bph) per bulan mulai Juni.
Keputusan itu merupakan kejutan tambahan setelah organisasi eksportir minyak tersebut pada 3 April mengumumkan kenaikan produksi lebih dari 400.000 bph untuk Mei, jauh di atas 135.000 bph yang direncanakan sebelumnya.
Dampak kebijakan OPEC+ terhadap harga minyak bergantung pada skala kenaikan dan pesan yang disampaikan. Hal yang pasti, apapun kebijakan OPEC+ berpotensi mengubah laju pertumbuhan pasokan global tahun ini secara radikal.
“Prakiraan harga kami saat ini memungkinkan tekanan harga turun moderat setelah pengumuman OPEC+, yang mengasumsikan grup tersebut mempercepat pertumbuhan pasokannya sambil meningkatkan pasar untuk meyakinkan investor tentang komitmennya yang berkelanjutan terhadap stabilitas harga,” papar BMI.
Dalam skenario bearish, di mana investor percaya bahwa kesepakatan tersebut gagal dan bahwa ‘OPEC put’ yang bersejarah akhirnya gagal, BMI memperkirakan adanya aksi jual yang jauh lebih agresif dalam waktu dekat.
(mfd/wdh)

































