Bloomberg Technoz, Jakarta - Pelemahan ekonomi Indonesia semakin nyata di tengah ancaman perang dagang global yang bisa menyeret kemerosotan makin dalam. Fakta itu tampak dari rilis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2025 yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 4,87%, padahal ada momentum Ramadan dan Idulfitri, yang diharapkan bisa jadi pendongkrak pertumbuhan.
Angka pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut lebih rendah dari perkiraan mayoritas ekonom dan tercatat sebagai realisasi pertumbuhan ekonomi terendah sejak kuartal III-2021. Jika periode 2020-2021 dikeluarkan, karena ada pandemi Covid-19, pertumbuhan kuartal pertama tahun ini angkanya menjadi yang terendah sejak 2009 lalu.
Data terbaru capaian laju Produk Domestik Bruto (PDB) itu memperpanjang alasan bagi Bank Indonesia untuk memangkas bunga acuan, BI rate, dalam pertemuan bulan ini.
Inflasi domestik meski April lalu mulai meningkat, angkanya masih di bawah median target tahun ini. Sementara rupiah juga sudah mulai membaik, dengan membukukan penguatan 2,3% sejak pertemuan BI terakhir bulan lalu.
Perekonomian Indonesia membutuhkan pelonggaran sebagai respons atas tekanan yang semakin besar.
Di tengah pelemahan ekonomi dunia akibat guncangan perdagangan global menyusul kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump, Indonesia perlu 'menyelamatkan' mesin utama pertumbuhannya yakni konsumsi domestik, ketika pertumbuhan investasi dan perdagangan kemungkinan akan terdampak paling besar oleh 'badai tarif'.
Apabila pemangkasan BI rate terus ditunda, pelemahan ekonomi akan semakin dalam selain juga bisa memantik kebingungan di pasar, menurut ekonom.
"Kami memandang dengan kondisi saat ini ada perlambatan ekonomi, inflasi rendah dan rupiah sudah menguat, ruang penurunan BI rate bulan ini sangat terbuka," kata Chief Economist Trimegah Securities Fakhrul Fulvian yang memprediksi akan ada pemangkasan 25 basis poin pada pertemuan Dewan Gubernur BI bulan ini.
Capaian pertumbuhan kuartal satu menjadi alarm peringatan agar para pembuat kebijakan segera bertindak lebih cepat memitigasi supaya efek perang dagang tak makin menekan perekonomian.
"Pemerintah harus perkuat ketahanan domestik menghadapi perang dagang, di mana negara harus hadir menjadi shock absorber sehingga konsumsi masyarakat bertahan, industri kuat," menurut Fakhrul.
Konsumsi dan investasi
Ekonom Bloomberg Economics Tamara Henderson menilai, laju ekonomi yang melemah terutama akibat kelesuan konsumsi rumah tangga dan investasi, akan sulit diubah ke depan. Salah satu alasannya, kemerosotan investasi memiliki faktor pendorong domestik dan eksternal.
Konsumsi rumah tangga yang menjadi motor utama pertumbuhan, hanya tumbuh 4,89% padahal ada perayaan Ramadan dan Idulfitri yang biasanya mendongkrak konsumsi masyarakat. Angka itu juga masih di bawah rata-rata laju konsumsi selama 10 tahun sebelum pandemi yang mencapai lebih dari 5%.
Sementara investasi cuma naik 2,12%, jauh melorot dibanding kuartal sebelumnya dengan pertumbuhan 5,03%. Sementara ekspor juga melambat dengan pertumbuhan 6,78%.
Yang perlu diingat, situasi yang terburuk sebenarnya belum terjadi di mana kebijakan tarif resiprokal juga masih ditunda sampai awal Juli. Pada separuh kedua tahun ini ekonomi dunia akan menghadapi tarif AS lebih besar. Dampak terhadap Indonesia juga akan makin besar.
"Prospek pertumbuhan yang jauh lebih lemah ketika inflasi sudah jinak, kemungkinan akan mendorong BI memangkas bunga acuan 25 bps bulan ini, terlebih bila rupiah bisa mempertahankan penguatannya seperti terlihat belakangan," kata Tamara.
Dengan capaian yang buruk di awal tahun ini, Bloomberg Economics menilai ada potensi PDB Indonesia tahun ini akan tumbuh di bawah 4,9%. Terkecuali AS secara tiba-tiba mengubah kebijakannya terkait tarif, momentum pelemahan ekonomi diperkirakan akan berlangsung lebih lama.
Sebelumnya, dua lembaga keuangan internasional yakni Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, masing-masing memperkirakan perekonomian RI hanya akan tumbuh 4,7% dan 4,8% tahun ini, terutama terdampak perang dagang.
Bila prediksi itu tepat, maka Indonesia potensial terperosok ke level pertumbuhan terendah sejak 2009 silam, di luar periode pandemi yang menjatuhkan ekonomi dalam resesi.
Bank Indonesia dijadwalkan akan menggelar Rapat Dewan Gubernur pada 20-21 Mei nanti.
(rui/hps)