Dani juga menuturkan, perseroan telah menawarkan kepada sejumlah badan usaha milik daerah (BUMD) untuk membentuk usaha patungan guna menggarap lahan eks PT Koba Tin tersebut.
Namun, hingga kini belum ada progres dari penawaran yang telah diajukan ke BUMD tersebut.
Menurut Dani, kondisi kesehatan BUMD belum optimal. Di sisi lain, belum ada ketertarikan dari BUMD untuk mengelola eks tambang tersebut.
“BUMD-nya pada enggak sehat juga, susah juga,” kata dia dalam paparan publik, akhir November tahun lalu.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan telah mengkaji pengajuan izin eksplorasi yang disampaikan PT Timah. Bahkan, izin tersebut diterbitkan akhir tahun lalu.
Menurut Tri, potensi sumber daya di tambang eks Koba Tin itu masih menjanjikan hingga kini.
Dia juga menyebut fokus eksplorasi yang bakal dilakukan PT Timah menyasar pada lingkar tambang atau Blok Merbuk dan Kinari, Bangka Tengah.
“Kan grade-nya timah kan sama dahulu dengan nikel 1,5% dibuang, sekarang masih laku sampai 0,9% sama dengan timah sisa hasil penambangan itu,” ujarnya, akhir November tahun lalu.
Sekadar catatan, pemerintah menyerahkan pengelolaan eks lahan Koba Tin tersebut kepada PT Timah bersama tiga BUMD yang membentuk perusahaan konsorsium bernama PT Timah Bemban Babel pada September 2013. Namun, konsorsium tersebut telah bubar.
PT Timah pun memutuskan untuk mundur dalam pengelolaan tambang tersebut lantaran pemerintah tak kunjung memberi keputusan terkait dengan status tambang tersebut yang rencananya akan menjadi wilayah izin pertambangan khusus (WIUPK) setelah kontrak Koba Tin dengan lahan seluas 41.344,26 hektare itu berakhir pada 2013.
Pada Februari 2024, Kementerian ESDM mengeluarkan surat bahwa lahan eks PT Koba Tin itu diserahkan ke PT Timah untuk dikelola lebih lanjut.
(mfd/wdh)
































