Logo Bloomberg Technoz

Pada saat yang sama, inflasi inti yang sering dilihat sebagai salah satu indikator permintaan dalam ekonomi, tercatat stabil di angka 2,50% pada April. Angka itu juga berada di titik tengah proyeksi inflasi Bank Indonesia.

Pelemahan Makin Nyata

Hari ini, S&P Global merilis data terbaru aktvitas manufaktur Indonesia pada April yang merosot tajam ke zona kontraksi, terendah sejak 2021.

Aktivitas manufaktur yang dicerminkan dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) di Indonesia tercatat di angka 46,7 pada April. Melorot signifikan ketimbang Maret yang mencapai 52,4.

PMI di bawah 50 mengindikasikan aktivitas yang berada di fase kontraksi, bukan ekspansi. Kontraksi manufaktur pada April juga menjadi yang pertama kali terjadi dalam lima bulan ini dan merupakan yang terlemah sejak Agustus 2021 ketika terjadi resesi perekonomian.

"Terjadi kontraksi di sektor manufaktur Indonesia pada April dengan penurunan tajam baik dari sisi produksi maupun volume pemesanan baru (new orders). Merespons pelemahan itu, pelaku usaha mengurangi pembelian bahan baku dan rekrutmen tenaga kerja," demikian dikutip dari laporan S&P Global yang rilis hari ini.

Permintaan pasar dilaporkan melemah baik di level domestik maupun mancanegara. Pemesanan baru anjlok ke level terendah sejak Agustus 2021. Pelaku usaha akhirnya membuka peluang menurunkan inventori dan berniat memanfaatkan stok yang sudah ada. 

Penguatan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah telah mengerek biaya impor. Alhasil, pelaku usaha mencoba menjaga margin mereka dengan menaikkan harga. 

PMI Manufaktur Indonesa pada April 2025 jatuh ke zona kontraksi di angka terendah sejak 2021 (Sumber: Bloomberg, S&P Global)

Data manufaktur yang buruk itu sejalan dengan hasil Survei Kegiatan Usaha kuartal 1-2025 yang dilansir oleh Bank Indonesia pada pekan lalu. 

BI melaporkan SKDU yang dicerminkan dengan Saldo Bersih Tertimbang (SBT) pada kuartal I-2025 sebesar 7,63%. Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 12,46% dan kuartal I-2024 yaitu 14,11%.

Bahkan SBT sebesar 7,63% adalah yang terendah sejak kuartal I-2021. Artinya, paling rendah dalam hampir 3 tahun terakhir. Kalau mengeluarkan masa pandemi Covid-19 yang begitu ekstrem, SBT malah jadi yang terendah sejak kuartal IV-2018.

Rupiah Mulai Membaik

Kelesuan ekonomi yang sudah terjadi bahkan sebelum perang dagang benar-benar dimulai, kemungkinan akan mendorong otoritas moneter memulai lagi pelonggaran setelah dalam RDG terakhir bulan lalu, BI rate kembali dipertahankan untuk tiga bulan beruntun.

Rupiah menjadi faktor penahan BI memulai penurunan bunga acuan dalam beberapa kesempatan terakhir. Rupiah memang ambrol pada April lalu hingga sempat menyentuh level terlemah dalam sejarah di Rp16.957/US$ pada 9 April.

Namun, pada pekan terakhir April, rupiah berhasil mengurangi pelemahan dengan ditutup di Rp16.601/US$. 

Perbaikan performa rupiah di tengah gerak dolar AS yang diprediksi telah memasuki masa bearish, akan memberi kepercayaan diri pada BI untuk segera memangkas bunga acuan. 

Dalam perdagangan di pasar spot hari ini, rupiah menguat tajam 0,7% ke level Rp16.485/US$ terungkit sentimen positif dari eksternal menyusul respons positif pertama kali Tiongkok terhadap rencana negosiasi dengan AS soal kisruh dagang.

Secara teknikal, rupiah telah menembus level resistance terkuat di Rp16.500/US$ dan bila pelemahan dolar AS berlanjut, rupiah bisa makin menguat ke level Rp16.200/US$. 

(rui/aji)

No more pages