Sementara itu, diskriminasi usia masih menjadi persoalan dalam dunia kerja. Banyak lowongan pekerjaan menetapkan batas usia pelamar antara 25 hingga 31 tahun. Ini, kata dia, menyebabkan sulitnya para korban PHK untuk kembali bekerja di sektor formal, yang didominasi oleh pekerja yang berusia di atas 30 tahun.
Regulasi di Indonesia, lanjut Bhima, juga "dianggap membiarkan perusahaan melakukan diskriminasi". Ini sangat berbeda dengan negara ASEAN lain seperti di Thailand dan Vietnam yang menerapkan peraturan anti-diskriminasi usia pelamar kerja.
"Harapannya revisi UU Ketenagakerjaan dapat mengakomodir pasal spesifik soal anti-diskriminasi usia pelamar kerja," tutur dia.
Sementara itu, lanjut dia, masih banyak pengangguran di usia muda yang ada di Indonesia dengan rentang usia antara 15 hingga 24 tahun. Pengangguran usia muda ini mencakup 17,3% dari total jumlah pengangguran di Indonesia, terbanyak di kawasan Asia Tenggara.
Di sisi lain, angkatan kerja baru hanya bertambah 4,4 juta orang sepanjang 2024. Meski demikian, angkatan kerja baru ini musti bersaing secara beriringan dengan para korban PHK.
"Persaingan tenaga kerja makin ketat dan belum ada solusi riil dari pemerintah. Keberadaan Danantara masih belum terlihat mampu memecahkan masalah sempitnya lapangan kerja di sektor formal," tutur dia.
"Belum ada paket kebijakan yang dikeluarkan untuk meredam gejolak PHK. Sementara Satgas PHK tidak bersifat preventif."
Ganti ke Pekerja Magang-Kontrak
Bhima juga menyoroti sejumlah alasan perusahaan yang melakukan PHK, lantas menggantikan pekerja tetap yang ter-PHK ke pekerja magang, outsourcing, dan juga kontrak. Meski beralasan untuk menekan biaya operasional, namun hal ini dinilai Bhima merupakan bagian dari menghindari tanggung jawab hak pekerja tetap.
"Situasi ini juga mengkonfirmasi bahwa perekonomian sedang memburuk sehingga perusahaan terus menurunkan jumlah pekerja tetapnya.
Apalagi, kata dia, fenomena tersebut juga terbukti dengan banyaknya perusahaan yang kini tidak membayar pesangon dan sisa gaji para karyawan yang di PHK. Lemahnya pendataan tenaga kerja dan penegakan sanksi bagi perusahaan pun jadi masalah utama.
"Satgas PHK diharapkan melakukan pendataan para korban PHK baik sektor formal dan informal secara akurat. Data tersebut dapat dijadikan landasan untuk pemenuhan hak korban PHK," tutupnya.
(ell)
































