Namun, di tengah masyarakat dengan norma gender tradisional yang menuntut peran utama kaum hawa sebagai pengurus rumah, female breadwinner potensial menghadapi beban ganda untuk menjalankan peran sekaligus. Hal itu membutuhkan kebijakan dukungan untuk akses pendidikan, akses kerja layak serta peran laki-laki dalam tugas domestik agar kesejahteraan kaum hawa tak terpinggirkan.
Dalam kajian yang ditulis oleh Erna Yulianingsih, Valent Gigih Saputri dan Nabila Aurelliza Candrika Putri dari BPS, female breadwinners didefinisikan sebagai perempuan yang bekerja dan memiliki penghasilan paling dominan di antara anggota rumah tangga lain atau bahkan menjadi satu-satunya sumber penghasilan keluarga.
Di Indonesia, berdasarkan data Sakernas Agustus 2024, tercatat sebanyak 14,37% pekerja termasuk kategori female breadwinners. Persentase itu memang lebih kecil dibanding negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) yang mencatat proporsi female breadwinners sebanyak 42%.
Di Australia, perempuan pencari nafkah malah cenderung dinamis dan biasanya berlangsung sementara ketika pasangan menganggur atau dalam situasi ekonomi tertentu.
BPS mencatat, di Tanah Air, persentase female breadwinners terbesar ada di DKI Jakarta. Daerah yang memiliki partisipasi perempuan dalam angkatan kerja rendah, umumnya rendah pula persentase female breadwinners di sana.
Yang menarik, lebih dari separuh female breadwinners berlatar pendidikan dasar, yaitu SD atau tak tamat SD hingga tamat SMP. Sementara semakin tinggi pendidikan yang ditamatkan, semakin rendah pula persentase female breadwinners di tingkat pendidikan tersebut.
Hal itu menunjukkan, akses terhadap pendidikan dan pelatihan kerja mempengaruhi kemampuan perempuan menjadi female breadwinners, kata BPS.
"Perempuan dengan pendidikan tinggi cenderung menikah dengan pasangan berpenghasilan tinggi. Kecukupan pendapatan yang diterima perempuan berpendidikan tinggi menyebabkan partisipasi kerja kelompok ini juga lebih rendah dibanding perempuan berpendidikan rendah," kata peneliti BPS.
Banyak di Perkotaan
Perempuan yang menjadi tulang punggung utama ekonomi keluarga juga banyak ditemui di lingkungan perkotaan. Hal itu tidak terlepas dari biaya hidup tinggi di perkotaan yang memaksa perempuan bekerja guna memenuhi kebutuhan rumahtangga baik sebagai female breadwinners maupun bersama-sama pasangan.
Hasil kajian juga mencatat, mayoritas perempuan tulang punggung ekonomi itu berstatus sebagai istri dengan persentase mencapai 40,77%. Sementara yang berstatus sebagai kepala rumahtangga mencapai 39,82%.
Mayoritas dari mereka juga berstatus kawin. Sebagian besar juga berada dalam rumah tangga berisi dua hingga empat anggota keluarga.
"Sebagai perempuan, mereka menghadapi beban ganda. Tidak hanya bertanggungjawab atas ekonomi keluarga tapi juga tugas domestik dan pengasuhan," kata peneliti BPS.
Di dunia kerja mereka harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan penghasilan cukup guna menghidupi keluarga. Mereka juga masih menghadapi diskriminasi gender, kesenjangan upah dan keterbatasan akses terhadap pekerjaan yang layak dan stabil.
Berikut ini rangkuman beberapa poin penting hasil kajian tentang fenomena female breadwinners di Indonesia:
- Sebanyak 14,37% pekerja di Indonesia adalah perempuan yang menjadi tulang punggung utama ekonomi keluarga atau female breadwinners
- 55,84% female breadwinners berpendidikan dasar, lalu 27,97% berpendidikan menengah dan 16,19% berpendidikan tinggi
- Provinsi dengan persentase female breadwinners tertinggi ada di DKI Jakarta, terendah ada di Provinsi Papua Pegunungan
- 64% female breadwinners tinggal di daerah perkotaan
- Rata-rata female breadwinners berusia di rentang usia produktif bekerja 20-59 tahun, namun persentase terbesar atau sebanyak 17,91% berusia di atas 60 tahun
- 40,77% female breadwinners berstatus sebagai istri
- 51,36% female breadwinners berstatus kawin
- 47,53% status pekerjaan female breadwinners adalah berusaha sendiri, berusaha dibantu pekerja keluarga atau pekerja tak dibayar; sementara yang berstatus sebagai karyawan atau buruh mencapai 44,95%
- Sebanyak 23,61% female breadwinners bekerja di sektor perdagangan, disusul oleh sektor pertanian (17,86%), juga sektor industri pengolahan (17,37%)
- Para female breadwinners kebanyakan bekerja selama 35-49 jam seminggu (45,26%), sementara masih ada yang bekerja lebih dari 49 jam seminggu (21,37%)
- 47,65% dari female breadwinners menyumbang 90%-100% dari total pendapatan keluarga, lalu sebanyak 23,64% menyumbang hingga 50%-60% pendapatan keluarga
- Rekomendasi peneliti: Perlu ada kebijakan mendorong pembagian kerja yang lebih setara dalam rumah tangga antara pria dan wanita karena itu berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan mental female breadwinners. Contoh, kebijakan terkait regulasi di pasar tenaga kerja agar laki-laki bisa sah mengambil cuti supaya berpartisipasi lebih aktif dalam pekerjaan rumah tangga. Perlu ada kebijakan publik mendorong kaum perempuan tulang punggung keluarga untuk berinvestasi dalam pendidikan peningkatan keterampilan sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka dan keluarga
(rui/aji)






























