Logo Bloomberg Technoz

Jadi, jika dihitung dari harga tertingginya, return saham FORE sampai penutupan perdagangan terakhir telah berkurang 28%.

Ada juga saham PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk (YUPI). Saham produsen permen Yupi ini sentuh ARA saat listing.

Performa Saham Pendatang Baru Sejak Awal Tahun (Bloomberg Technoz/Asfahan)

Sejak saat itu, harganya masuk dalam tren penurunan hingga 35,69% jika dibandingkan dengan level saat penutupan perdagangan kemarin, di Rp1.595/saham.

Bukan hanya FORE dan YUPI, sebagian besar saham emiten pendatang baru sentuh ARA saat listing. Dari 13 pendatang baru, 12 saham ARA saat listing. 

Berikut 12 saham yang sentuh ARA saat listing.

  • FORE
  • YUPI
  • MINE
  • KAQI
  • DGWG
  • CBDK
  • OBAT
  • HGII
  • BRRC
  • KSIX
  • RATU
  • YOII

Mekanisme Pasar

Willson Cuaca sempat menanggapi turunnya harga saham pengelola jaringan gerai Fore Coffe tersebut. 

Kalau harga saham itu mekanisme pasar, mungkin karena permintaan IPO yang tinggi makanya demand tinggi. Kalau ada investor yang berpikiran short term tentu mereka bebas jual, sehingga harga bakal naik atau turun,” kata Willson kepada Bloomberg Technoz.

Willson menambahkan, naik-turunnya saham perusahaan dalam waktu yang singkat bukanlah menjadi sorotan, dikarenakan tujuan dari perusahaan terjun ke bursa saham adalah untuk memberikan manfaat jangka panjang.

“Kita ingin lakukan itu bukan saham 1-2 hari, yang ingin kami jaga itu adalah value yang kita bisa bawa ke pasar jangka panjang, itu yang paling penting sebenarnya,” katanya.

Willson juga mengatakan, saham FORE masih memberikan dampak positif bagi pasar dengan mencatatkan transaksi sebesar Rp36 miliar dengan frekuensi 14.971 kali dengan volume sebesar 1,03 juta saham. “Frekuensi transaksi sampai 14 ribu kali, itu artinya banyak banget.”

Karyawan di depan layar indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (8/4/2025). (Dimas Aridan/Bloomberg)

Analis Investindo Nusantara Sekuritas, Pandhu Dewanto menilai kenaikan sesaat pada saham IPO dalam 1–5 hari pertama setelah listing bukan hal baru.

Pandu mengingatkan bahwa euforia terhadap IPO saat ini sebagian besar masih digerakkan oleh spekulasi jangka pendek, bukan pertimbangan fundamental. 

Banyak perusahaan yang listing dalam beberapa tahun terakhir sebenarnya belum cukup teruji menghadapi berbagai risiko bisnis. 

Jika dilihat jangka panjang, tidak banyak IPO yang menawarkan prospek layak untuk investasi jangka panjang," katanya.

Terkait strategi, Pandhu berpendapat bahwa bagi investor ritel, masuk saat penawaran umum masih lebih menarik ketimbang menunggu harga stabil di pasar. 

"Selama ini lebih sering saham IPO bergerak naik pada masa awal listing. Ketika harga sudah stabil, apalagi kalau fundamentalnya biasa-biasa saja, saham itu justru makin kurang menarik," jelas dia.

Agar tidak terjebak dalam saham 'gorengan', Pandhu menyarankan investor memperhatikan sejumlah indikator sebelum memilih saham IPO. Di antaranya adalah menilai kinerja keuangan, pertumbuhan pendapatan, prospek model bisnis, valuasi relatif terhadap kompetitor, serta reputasi manajemen dan pemilik perusahaan. Tak kalah penting, track record dari underwriter yang membawa perusahaan ke pasar juga perlu diperhatikan.

"Kalau size dan jumlah lembar saham terlalu besar, biasanya pergerakannya akan lebih berat. Sebaliknya, kalau terlalu kecil, volatilitasnya malah tinggi," tambah Pandhu.

(red)

No more pages