Misbakhun menambahkan, alasan dikembangkannya QRIS Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) untuk mengurangi ketergantungan terhadap sistem pembayaran internasional.
"GPN itu bagian dari kita untuk mengurangi ketergantungan sistem pembayaran. Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat untuk mengembangkan sistem pembayaran sendiri, kok kita mau diintervensi?" tegasnya.
Ekonom senior Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dradjad Wibowo menyebut ketidaksukaan AS terhadap QRIS berhubungan dengan kepentingan perusahaan mereka.
"Kepentingan perusahaan mereka, bisa masukkan perbankan-perbankan Amerika akan mendapatkan keuntungan dari situ. Apalagi dengan gerakan multi-polarnya China dan Rusia, otomatis peranan dolar sekarang turun terhadap sirkulasi karansi di seluruh dunia. Jadi demi kepentingan mempertahankan dominasi di bidang jasa-jasa keuangan," ungkapnya.
Dradjad menegaskan Indonesia perlu menolak soal AS yang mengusik sistem pembayaran digital QRIS itu. Bahkan, jika diperlukan sistem pembayaran digital itu bisa dikembangkan ke negara-negara lainnya.
"Makanya saya katakan kita harus tolak. Bahkan kalau bisa kita kerjasama dengan negara-negara di kawasan. Karena QRIS kan sudah bisa dipakai di kawasannya, sudah bisa dipakai. Kalau bisa ya kita perlebar, bisa dipakai juga di Jepang, nanti bisa dipakai pokoknya di kawasan Asia dan Australia. Jadi ya itu harus kita pertahankan," tutupnya.
(ain)





























