Ayu, seorang karyawan swasta mengaku, dia sudah lama ingin membeli emas. Alasannya, untuk 'hedging' karena dirinya cukup cemas dengan kondisi perekonomian saat ini. Namun, Ayu tidak memiliki banyak pilihan karena sumber penghasilan yang terbatas.
"Sebenarnya karena uangnya baru ada sekarang. Terus, sekarang emas kan lagi naik, takut semakin tinggi terus nggak bisa beli. Sekalian untuk investasi jangka panjang, sih," kata Ayu, saat Bloomberg Technoz menanyakan alasannya rela mengantre beli emas belum lama ini.
Alasan serupa diungkapkan oleh wanita dengan panggilan Lita. Dia khawatir, nilai uangnya tergerus karena semua harga barang terus naik. "Jadi, uangnya coba buat investasi ke emas saja, kebetulan harga emas sekarang sedang naik," imbuh Lita.
Jimmy, seorang kepala keluarga yang memang biasa berinvestasi emas juga memanfaatkan sisa uang tunjangan hari raya (THR). Pada saat yang sama, kenaikan harga emas setelah hari raya Idul Fitri kali ini juga terakselerasi.
“Alasannya sih karena memang sedang booming kemarin setelah lebaran. Jadi sekalian aja buat investasi,” kata Jimmy.
Tetap Berisiko
Emas dinilai sebagai safe haven. Ini salah satu alasan masyarakat menjadikan emas sebagai instrumen investasi sekaligus lindung nilai atau hedging agar nilai uang yang dimiliki dalam bentuk cash maupun tabungan tergerus inflasi dan ketidakpastian ekonomi.
Perencana Keuangan Ahmad Gozali mengatakan tingginya permintaan terhadap emas bisa diterjemahkan sebagai kekhawatiran masyarakat terhadap kondisi ekonomi Indonesia. Hal itu dikarenakan perang dagang yang diinisiasi Presiden AS Donald Trump pada awal bulan lalu, mengakibatkan nilai tukar rupiah terjun cukup dalam.
“Akibatnya begitu perdagangan resmi dibuka, kekhawatiran itu diwujudkan dengan pembelian emas yang sangat besar,” kata Gozali.

Namun, selayaknya instrumen investasi, emas juga memiliki risiko penurunan.
Tren rekor harga emas saat ini bukan pertama kalinya terjadi. Tren serupa sempat beberapa kali terjadi sebelum harga emas kembali anjlok.
Berbeda dengan instrumen saham yang bisa cepat rebound ketika sinyal pemulihan ekonomi muncul, maka emas butuh waktu rebound lebih lama, bahkan sampai menahun.
Oleh karena itu, menurut Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah, tidak tepat jika membeli emas hanya untuk investasi jangka pendek.
“Kalau mau mendapatkan keuntungan jangka pendek, harus berhati-hati, kenaikan harga emas sekarang ini sudah terlalu tinggi dan berpotensi turun kembali,” kata Piter kepada Bloomberg Technoz, Rabu (16/4/2025)
Sebaliknya, apabila bertujuan untuk investasi jangka panjang, para investor tak perlu khawatir atau ikut terbawa arus dalam animo masyarakat membeli emas di saat ini.
“”Kalau mau investasi jangka panjang, beli emas bisa kapan saja,” katanya.
Pertimbangan lainnya adalah sumber dana. Piter mengatakan calon pembeli harus benar-benar menyiapkan simpanan yang menjamin dalam jangka menengah hingga jangka panjang, agar apabila terjadi penurunan harga emas tidak terpaksa menjual emas.
Kembali Rekor
Reli kenaikan harga emas makin tak terbendung. Di pasar dunia, harga emas sudah diperdagangkan memecahkan rekor tertinggi baru, yang serta merta diikuti oleh lonjakan harga emas di dalam negeri.
Di pasar spot, harga emas dunia sempat melesat di level US$ 3.357,78 per troy ounce pada hari Rabu kemarin, melonjak 3,5% hanya dalam sehari yang menjadi kenaikan harian terbesar harga emas sejak Maret 2023.
Kenaikan luar biasa harga emas di luar negeri itu, memicu pula kenaikan harga emas di pasar lokal. Harga emas produksi PT Aneka Tambang Tbk (Antam) mencatat kenaikan harga sampai tiga kali dalam 24 jam terakhir.
Pada Rabu pagi, harga emas yang dijual Antam sudah naik Rp20.000 per gram mencapai Rp1.916.000, yang menjadi rekor tertinggi baru.
Lalu pada sore hari yang sama, harga emas Antam naik lagi hingga Rp27.000 menjadi Rp1.943.000 per gram. Lalu, pada Kamis pagi ini, harga emas Antam kembali terkerek naik Rp32.000 menjadi Rp1.975.000 per gram.
Harga buyback juga tak kalah 'ganas' bergerak. Harga buyback menjadi acuan penting yang perlu diperhatikan pada investor emas karena angka itulah yang menjadi dasar hitungan bila seseorang hendak menjual emas simpanannya.
Hari ini, buyback price emas Antam sudah di level Rp1.824.000 per gram, yang juga menjadi harga buyback tertinggi sepanjang masa. Selisih harga jual dan beli emas oleh Antam kini melebar jadi Rp151.000 per gram.

Sebagai perbandingan, tepat setahun lalu, selisih harga jual emas Antam dan buyback 'hanya' di kisaran Rp106.000 per gram. Pada kisaran tahun 2010-an silam, selisihnya bahkan pernah cuma Rp50.000 per gram.
Semakin lebar selisih harga jual dan beli emas Antam, menjadi indikator makin kecil potensi untung investor. Sebaliknya, semakin sempit selisihnya maka peluang untung investor juga kian besar.
Pernah Turun
Melihat lonjakan harga emas baik di pasar mancanegara maupun domestik yang luar biasa dan mungkin sebentar lagi menjebol Rp2 juta per gram, mungkin membuat banyak orang mulai 'gentar' apakah sekarang ini masih menjadi waktu yang tepat untuk membeli ketika harga dirasa sudah mahal.
Bagaimana bila ke depan harga emas malah berbalik turun?
Sejatinya, harga emas hampir selalu naik ketika ketidakpastian di konteks perekonomian global membesar. Emas diburu sebagai aset aman alias safe haven, semacam tempat parkir dana sementara, karena pergerakannya relatif lebih stabil dalam jangka panjang.
Namun, karena emas tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset) sebagaimana obligasi, misalnya, emas akan cenderung ditinggalkan begitu prospek ekonomi kembali cerah.
Dana-dana investor yang semula ditempatkan di emas akan berangsur keluar kembali menyerbu aset-aset agresif yang lebih berisiko dengan peluang return lebih besar pula, seperti saham atau paper investment lain.
Lantas, apakah harga emas akan kembali mengulang tren penurunannya? Secara historis, bagaimana pergerakan emas usai mencapai tren penurunannya tersebut?
Simak ulasannya dalam artikel yang telah disusun oleh Tim Riset Bloomberg Technoz berjudul Hati-hati, Harga Emas Pernah Turun Tajam.
(dhf)