GEM Co Ltd, pemegang saham terbesar QMB, mengakui adanya penurunan produksi awal tahun ini. Hanya saja, menurut manajemen, penurunan itu disebabkan karena perawatan terjadwal dan libur Idulfitri.
Sementara itu, manajemen IMIP membenarkan adanya longsor dan korban jiwa, tetapi mengatakan produksi tidak terganggu. Manajemen IMIP menggarisbawahi hujan deras berkepanjangan sebagai pemicu kecelakaan bulan lalu.
Di sisi lain, trader nikel di Asia Tenggaran dan China menilai dampak jangka pendek insiden tersebut terhadap harga masih terbatas menyusul koreksi pasokan turunan nikel dari Indonesia.
Hanya saja, kekhawatiran meningkat terhadap potensi gangguan pasokan berulang, seiring meluasnya penggunaan metode HPAL. Metode ini memungkinkan ekstraksi nikel dari bijih berkadar rendah, tetapi menghasilkan limbah dalam jumlah besar.
Sebagai penyumbang lebih dari 50% produksi nikel global, gangguan berkelanjutan di Indonesia dapat memperketat pasokan dunia — meski saat ini pasar nikel tengah mengalami surplus.
Sejak ekspansi besar-besaran dimulai satu dekade lalu, sejumlah kecelakaan terus terjadi di kawasan tambang dan pemurnian bijih nikel di Indonesia.
Insiden terparah terjadi pada 2023, ketika ledakan di smelter menewaskan 21 pekerja dan memicu teguran dari pemerintah.
Kini, dengan maraknya pembangunan pabrik HPAL, pengelolaan limbah yang buruk dikhawatirkan kembali memicu lemahnya standar lingkungan dan keselamatan industri di Indonesia.
Dalam lima tahun terakhir, Indonesia telah membangun sekitar 10 pabrik HPAL — separuhnya telah beroperasi, sebagian besar berkat investasi dan teknologi dari China.
Metode HPAL dinilai lebih murah dan rendah emisi karbon dibanding metode lain, namun menghasilkan limbah dua kali lebih banyak.
Limbah ini dikeringkan, dipadatkan, dan disimpan di area khusus. Kegagalan dalam pengelolaan limbah dapat mengganggu produksi secara signifikan.
Sejumlah pakar mempertanyakan ihwal kecocokan metode HPAL digunakan di Indonesia, mengingat tantangan geografis seperti hujan lebat, gempa bumi, dan longsor yang memperumit penyimpanan limbah.
“Masalah ini tidak bisa dianggap kasus terpisah antar perusahaan. Ini mencerminkan masalah struktural industri,” kata Direktur Energy Shift Institute Putra Adhiguna, berbasis di Australia.
Putra menambahkan, dengan insiden yang terus berulang, risiko pasokan akan “selalu membayangi.”
Di sisi lain, IMIP menyebut perseroannya tengah meningkatkan standar keselamatan dan mitigasi risiko geologis di kawasan industri melalui reklamasi lahan, perataan, dan penghijauan.
Meski besaran pasti penurunan produksi belum diketahui, sumber yang mengetahui informasi tersebut mengatakan QMB — yang juga dimiliki oleh Tsingshan Holding Group C dan Guangdong Brunp Recycling Technology Co Ltd — kemungkinan akan mencatat penurunan output pada April, seiring berlangsungnya investigasi pemerintah atas insiden tersebut.
Dalam pernyataan tertulis, GEM menyebut pabrik telah mengirimkan lebih dari 25.000 ton nikel pada kuartal I-2025.
Juru bicara Kementerian Perindustrian belum memberikan tanggapan atas permintaan konfirmasi dari Bloomberg.
(bbn)































