Logo Bloomberg Technoz

“Kebijakan hilirisasi ini jangan dibatalkan, justru harus diperbaiki. Kebijakan ini dapat menjadi momentum untuk mempercepat hilirisasi industri nikel di Indonesia, dengan fokus pada produksi produk olahan nikel bernilai tambah tinggi,” kata Wahyu.

Diversifikasi Ekspor

Berbanding lurus dengan upaya masifikasi hilirisasi nikel, Wahyu berpendapat Indonesia juga harus berbenah dalam mencari target pasar yang lebih baik untuk nikel dan produk turunannya.

Strategi diversifikasi pasar ekspor menjadi penting di tengah situasi perang dagang, agar Indonesia tidak kehilangan kue pasar di luar mitra-mitra dagang tradisional.

“Perang dagang ini seharusnya justru dapat mendorong Indonesia mencari pasar ekspor baru di negara-negara lain di Asia, Eropa, dan Afrika,” ujarnya. 

Selain memperkuat hilirisasi dan diversifikasi pasar ekspor nikel, Wahyu mengatakan pemerintah perlu fokus memperkuat industri di dalam negeri sebagai penyerap atau offtaker produk-produk hilir nikel.

“Kebijakan tarif impor Trump berpotensi memberikan dampak yang kompleks pada sektor nikel Indonesia. Namun, dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat memitigasi dampak negatif dan bahkan memanfaatkan peluang yang muncul dari situasi ini,” terangnya.

Dominasi Indonesia dalam produksi nikel dunia./dok. Bloomberg

Ketua Indonesia Mining & Energi Forum (IMEF) Singgih Widagdo sebelumnya menyebut industri tambang di Indonesia berisikomelakukan langkah efisiensi termasuk mengurangi volume produksi, sebagai imbas tidak langsung dari kebijakan tarif impor AS.

“Seluruh industri tentu akan melakukan langkah efisiensi, termasuk mengurangi volume produksi, sementara sambil menunggu kepastian dampak dan regulasi turunan lainnya yang akan Amerika lakukan,” kata Ketua Indonesia Mining & Energi Forum (IMEF) Singgih Widagdo saat dihubungi, Rabu (9/4/2025).

Di sisi lain, Asosiasi Pertambangan Indonesia atau Indonesia Mining Association (IMA) tengah mengantisipasi kemungkinan pelemahan permintaan sejumlah negara tujuan ekspor komoditas mineral dan batu bara (minerba), imbas kebijakan tarif resiprokal AS.

Direktur Eksekutif IMA Hendra Sinadia mengatakan dampak pelemahan ekonomi negara mitra dagang itu bisa ikut menekan permintaan mineral logam dan batu bara dari Indonesia.

“Ke depannya tentu bisa berdampak kalau nanti industri negara-negara tujuan ekspor kita melambat,” kata Hendra saat dihubungi, dikutip Rabu (9/4/2025).

Hendra mengatakan sebagian besar ekspor komoditas minerba Indonesia dijual ke pasar China dan India. Walhasil, kinerja ekspor komoditas pertambangan dari RI bisa terkoreksi dalam jangka menengah dan panjang jika efek tarif resiprokal AS menekan pertumbuhan ekonomi dua negara itu.

Apalagi, kata Hendra, harga sejumlah mineral kritis dari Indonesia—seperti nikel dan timah — belakangan telah terkoreksi lebar akibat kelebihan pasokan atau oversupply di pasar. 

Pun demikian, pemerintah justru meyakini situasi perang tarif yang dipanaskan AS tidak akan berdampak pada sektor pertambangan, khususnya nikel, di Indonesia. Terlebih, AS bukan negara utama tujuan ekspor nikel dan dervatifnya bagi RI.

“Kalau minerba kayaknya enggak terlalu ini. Nikel [yang diekspor ke AS] cuma sedikit, tidak terlalu. Pasar nikel ke sana sedikit. Porsinya kecil,” kata Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tri Winarno, ditemui Rabu (9/4/2025).


-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi

(wdh)

No more pages