Selain meminta kelonggaran dari pemerintah, Sudirman juga menyarankan agar perusahaan pertambangan fokus mengupayakan efisiensi biaya, sehingga senantiasa siap menghadapi kemungkinan penurunan harga komoditas dan pelemahan permintaan di tengah situasi perang tarif global.
Dampak Tak Langsung
Bagaimanapun, Sudirman menjelaskan sebenarnya perang tarif yang diinisiasi AS tidak akan memberikan dampak secara langsung bagi industri pertambangan Indonesia. Apalagi, komoditas minerba RI tidak ada yang diekspor secara langsung ke Negeri Paman Sam.
Walakin, dia menggarisbawahi, komoditas minerba Indonesia sebagian besar dijual ke negara-negara yang menjadi sasaran langsung kenaikan bea masuk AS.
“Misalnya komoditas batu bara kita ekspor ke China, India, Vietnam, dan Jepang. Dengan demikian, jika ekspor negara-negara tersebut mengalami penurunan akibat kebijakan tarif AS, maka bisa diperkirakan bakal terjadi penurunan kinerja industri, yang praktis akan menurunkan kebutuhan akan energi di negara-negara tersebut,” terangnya.
Penurunan kebutuhan energi tersebut, lanjut Sudirman, akan diikuti juga dengan anjloknya permintaan terhadap batu bara dan komoditas mineral lain dari negara-negara tersebut.
“Hal ini akan berdampak kepada industri pertambangan nasional. Dampak ini juga akan terjadi di permintaan domestik batu bara, karena ekspor tekstil kita ke Amerika menurun, sehingga kebutuhan listrik menurun, dan kebutuhan batu bara juga akan menurun.”
Lebih lanjut, Sudirman menekankan efek paling mencemaskan dari kebijakan tarif Trump adalah penurunan harga semua komoditas pertambangan. “Bahkan emas yang sempat naik lebih dari US$3.000/troy ounce sudah mulai turun.”
Harga komoditas mineral logam andalan Indonesia mengalami penurunan di tingkat global sejak tarif Trump diberlakukan. Nikel dilego di US$14.180/ton di London Metal Exchange (LME) hari ini, turun 1,28% dari hari sebelumnya.
Sementara itu, tembaga dan timah dijual di US$8.655,50/ton dan US$32.603/ton, masing turun 0,88% dan 3,91%. Adapun, batu bara di pasar ICE Newcastle untuk kontrak pengiriman bulan ini dilego di US$98/ton, setelah harga anjlok 6,28% secara point to point sepanjang pekan lalu.
Adapun, AS sebelumnya memberikan tarif 32% terhadap Indonesia sebagai mitra dagangnya. Jumlah itu belum termasuk tarif dasar 10% yang dikenakan Washington kepada 180 mitra dagang mereka.
(wdh)





























