Selain itu, permintaan bahan bakar jet (jet fuel) dan solar (gasoil) di Asia Tenggara diproyeksikan terus meningkat, meskipun Asia Tenggara merupakan eksportir bersih saat ini.
Dalam jangka menengah, permintaan tersebut diperkirakan melampaui pasokan setelah 2025 dan menjadikannya aset penting untuk pertumbuhan di masa depan.
“Kawasan ini merupakan pusat permintaan utama produk-produk bahan kimia dan bahan bakar dari kimia,” ujarnya.
Di sisi lain, Suryandi menjelaskan bahan kimia dan produk dasar Indonesia dan negara Asia Tenggara merupakan pusat permintaan utama bagi produk kimia esensial seperti ethylene, propylene, butadiena dan didorong oleh industri manufaktur, otomotif, kemasan, dan konstruksi yang berkembang dengan pesat.
“Kami dapat memanfaatkan kekuatan gabungan kami untuk membangun Aster dengan mengintegrasikan infrastruktur Aster, kekuatan Chandra Asri Grup dan juga keahlian perdagangan global dari Glencore,” ujarnya.
“Kami akan membuka nilai lebih dengan meningkatkan daya saing pasar, mengoptimalkan rantai pasok, dan mendorong pertumbuhan jangka panjang.”
Tiga Inisiatif
Dalam paparannya, Suryandi menjabarkan terdapat tiga inisiatif bersama untuk memastikan hal tersebut. Pertama, sinergi dan optimalisasi basket minyak mentah.
Nantinya perseroan dapat membawa jenis minyak mentah yang paling optimal atau murah dari 31 jenis minyak mentah yang dapat ditawarkan oleh Glencore dan sembilan jenis minyak mentah yang dibawa Sietco.
Kedua, sinergi offtake untuk produk bahan bakar dengan Glencore, Sietco, dan Chandra Asri Grup sebagai mitra dagang utama Aster untuk mendapat manfaat dari pasar yang kuat dan stabil untuk bensin, solar, bahan bakar jet, dan bahan bakar minyak untuk memastikan ketahanan komersial.
Ketiga, sinergi produk kimia Chandra Asri dengan pengalaman lebih dari 30 tahun dalam bidang petrokimia serta digabungkan dengan kemampuan produksi Aster memungkinkan perseroan dapat memaksimalkan nilai di pasar petrokimia dalam pengadaan nafta, bahan baku, hingga produksi.
“Aster adalah aset integrasi sepenuhnya yang terletak di pusat strategis dan dikelola oleh tim yang luar biasa,” ucapnya.
Suryandi pun memproyeksikan, Aster dapat menghasilkan pendapatan senilai US$8 miliar—US$10 miliar per tahun. Jika sudah dikonsolidasikan, akuisisi ini berpotensi membuat pendapatan TPIA naik lima kali lipat pada masa mendatang.
“Sehingga memperkuat peran sebagai pemain utama di sektor energi dan kimia di kawasan ini,” imbuhnya.
Aster merupakan aset kilang dan kimia terintegrasi yang berlokasi di Pulau Bukom dan Pulau Jurong, Singapura. Di Pulau Bukom, Aster memiliki kilang minyak yang berkapasitas 237.000 barel per hari dan kilang Ethylene Cracker/ECC dengan kapasitas 1,1 juta ton per tahun.
Adapun, di Pulau Jurong, Aster mengelola produk hilir petrokimia seperti polyol, monoethylene glicol (MEG), ethylene oxide (HPEO), dan lain-lain.
Aster juga memiliki sejumlah infrastruktur pendukung yang tergolong lengkap. Di antaranya adalah pembangkit listrik berkapasitas 174 megawatt (MW) melalui cogen dan turbin, tanah seluas 60 hektare (Ha) tanpa utang, tangki sebanyak 192 unit dengan kapasitas 3,2 juta meter kubik, 10 fasilitas khusus pengolahan air, 13 dermaga, dan 20 pipa bawah laut dengan 7 jalur ke terminal eksternal.
Peran Aster begitu besar di sektor energi dan kimia Singapura. Dalam hal ini, Aster berkontribusi 20%—30% terhadap kapasitas kilang minyak dan ECC di negara tersebut. Aster juga menjadi pemasok utama dan pengelola infrastruktur serta saluran pipa penting di Singapura.
“Lokasi Aster sangat strategis untuk memastikan efisiensi biaya yang optimal dan konektivitas pasar,” jelas Suryandi.
(mfd/wdh)
































