"Kami akan mengadakan pertemuan besar pada Sabtu, dan kami akan berhadapan langsung dengan mereka," kata Trump. "Anda tahu, banyak orang berkata, 'Oh, mungkin Anda akan melalui perantara, Anda tidak berhadapan secara langsung, Anda berhadapan melalui negara lain.' Tidak—kami berhadapan langsung dengan mereka."
Perkembangan ini menyusul ketegangan selama berminggu-minggu mengenai apakah kedua negara bisa menemukan jalur diplomatik untuk menghidupkan kembali perundingan tentang pembatasan aktivitas nuklir Iran atau justru mengarah pada konflik.
Bulan lalu, Trump mengirim surat ke Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, mendesaknya untuk menyetujui kesepakatan baru atau menghadapi kemungkinan aksi militer.
Perlu diketahui, menurut data pengawas nuklir terbaru, Iran memperluas produksi uranium setelah mengindikasikan mereka memiliki cadangan logam yang jauh lebih tinggi daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Angka-angka baru, yang diterbitkan Selasa (8/4/2025) dalam Buku Merah dua tahunan—survei industri uranium—bisa memicu kekhawatiran atas arah program nuklir Iran. Republik Islam itu telah menggali lebih dari setengah lusin tambang uranium baru sejak 2022, tapi sumber dayanya dianggap tidak ekonomis dan jauh di bawah yang dibutuhkan untuk bahan bakar reaktor nuklir.
Pemerintah Teheran "mengisyaratkan bahwa cadangan uranium Iran jauh lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya," tulis para penulis laporan tersebut, pekerja Badan Energi Nuklir yang berbasis di Paris dan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) yang berpusat di Wina. Menurut laporan tersebut, Iran bisa meningkatkan produksi bijih uranium hampir empat kali lipat menjadi 71 ton tahun ini.
Tidak seperti bagian lain dari siklus bahan bakar nuklir—proses industri yang mengonsentrasikan isotop uranium menjadi bahan bakar untuk energi—aktivitas pertambangan hulu tidak sering diaudit. Para inspektur IAEA melacak uranium yang diperkaya di seluruh dunia pada tingkat gram karena bahan ini juga bisa digunakan untuk senjata, tetapi bijih uranium bisa ditambang dan diperdagangkan dengan lebih sedikit peraturan.
Meski Iran selalu bersikukuh bahwa program nuklirnya bertujuan damai, pada tahun 2015 negara-negara besar dunia menegosiasikan batasan dalam program nuklir Iran dengan imbalan keringanan sanksi.
Presiden AS Donald Trump keluar dari perjanjian tersebut—yang mencakup perlindungan IAEA pada aktivitas penambangan Iran—pada Mei 2018 dan memberlakukan kembali sanksi yang ketat pada ekonomi Iran.
Sejak kembali menjabat, Trump mengatakan ia menginginkan perjanjian nuklir baru dengan Iran dan meningkatkan ancaman aksi militer jika Teheran tidak bergabung dalam pembicaraan langsung untuk mencapai kesepakatan. Pada Senin, para pejabat Iran mengatakan mereka siap bernegosiasi dengan AS jika dimediasi oleh Oman.
Aktivitas penambangan uranium Iran tetap saja menuai sorotan dari para analis keamanan yang menunjukkan bahwa meski cadangan uraniumnya tidak cukup untuk bahan bakar reaktor bertenaga atom satu-satunya, cadangan tersebut cukup untuk membuat bom nuklir.
Reaktor di pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Bushehr Iran membutuhkan sekitar 160 ton (145,15 ton) bijih uranium per tahun, tetapi Iran hanya menambang 21 ton per tahun. Rosatom Corp dari Rusia, yang membangun PLTN tersebut, juga memasok bahan bakarnya.
"Meski telah memperoleh uranium yang cukup untuk memasok persenjataan senjata nuklir yang cukup besar, sumber daya uranium domestik Iran tidak sesuai dengan tujuan reaktor tenaga nuklirnya, yang berarti Iran tidak bisa memiliki sumber uranium dalam negeri yang layak secara ekonomi," tulis Institut Sains dan Keamanan Internasional yang berbasis di Washington dalam laporannya tahun lalu.
Berdasarkan data IAEA, para insinyur Iran kini memproduksi setara dengan satu bom uranium yang diperkaya 60% per bulan. Pada Februari, laporan IAEA mencatat bahwa persediaan uranium yang sangat diperkaya di negara tersebut telah meningkat sebesar 50% selama tiga bulan sebelumnya, menjadi 275 kg.
(bbn)
































