Logo Bloomberg Technoz

Ia menambahkan, upaya untuk memperoleh pengecualian tarif atau membangun kesepakatan dagang bilateral yang lebih menguntungkan harus menjadi prioritas dalam menjaga daya saing ekspor nasional.

“Selain itu, diversifikasi pasar ekspor dan percepatan perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan negara lain dapat menjadi langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasar Amerika Serikat,” tambah Andry.

Peningkatan tarif dinilai berpotensi menekan ekspor nasional, khususnya pada sektor manufaktur seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik yang memiliki ketergantungan tinggi pada pasar AS. Kondisi ini dapat memperburuk defisit transaksi berjalan dan memberi tekanan tambahan terhadap stabilitas nilai tukar rupiah.

Di sisi lain, pasar juga mencermati dampak global yang lebih luas. Eskalasi perang dagang berpotensi memicu perlambatan ekonomi global serta meningkatkan tekanan inflasi, terutama di AS. Hal ini membuka risiko stagflasi, yakni kondisi ketika inflasi naik sementara pertumbuhan ekonomi melambat.

Meski demikian, pasar saat ini lebih memfaktorkan kemungkinan perlambatan ekonomi ketimbang lonjakan inflasi. Ekspektasi terhadap penurunan suku bunga The Fed pun meningkat, bahkan mencapai 100 basis poin dalam tahun ini.

Dalam jangka pendek, Office of Chief Economist Bank Mandiri memperkirakan rupiah bergerak di kisaran Rp16.610–Rp16.840 per dolar AS. Sementara itu, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun diperkirakan berada di rentang 7,1%–7,3%.

“Ketidakpastian global yang meningkat akan mendorong volatilitas tinggi di pasar keuangan domestik. Namun dengan strategi yang tepat dan diplomasi dagang yang aktif, Indonesia punya peluang untuk menavigasi risiko ini dengan baik,” pungkas Andry.

(red)

No more pages