Komponen ini diduga berfungsi untuk mengurangi takaran BBM yang dikeluarkan oleh mesin dispenser.
“Dari hasil pengujian menggunakan bejana ukur standar dengan kapasitas 20 liter, ditemukan adanya kekurangan volume BBM sebesar 605 hingga 840 mililiter per 20 liter yang seharusnya diterima oleh konsumen," kata Nunung.
Penyidik sendiri mengklaim masih menggali informasi tentang durasi praktik kecurangan ini terjadi. Akan tetapi, polisi menduga tindak pidana tersebut sudah berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Berdasarkan perkiraan sementara, masyarakat diduga menderita Rp3-4 miliar per tahun dari SPBU tersebut.
Polisi juga masih memeriksa dugaan keterlibatan pelaku lainnya. Hal ini merujuk pada keberadaan alat tambahan ini yang sengaja disembunyikan. Sehingga tidak terdeteksi atau diabaikan saat petugas Metrologi Legal melakukan tera ulang setiap tahun.
Berdasarkan alat bukti dan keterangan saksi, perbuatan ini memenuhi unsur pelanggaran Pasal 27 Ayat (1) juncto Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. Pasal tersebut menyatakan bahwa barangsiapa yang memasang alat tambahan pada alat ukur, takar, atau timbang yang telah ditera atau ditera ulang dapat dipidana dengan hukuman penjara maksimal satu tahun dan denda hingga Rp1.000.000.
Akan tetapi, kepolisian juga membuka peluang kasus ini menggunakan pasal TPPU untuk melacak seluruh aliran uang dari kecurangan yang merugikan masyarakat selama bertahun-tahun tersebut.
“ Dengan pengungkapan kasus ini, masyarakat diimbau untuk lebih waspada terhadap kemungkinan adanya praktik kecurangan di SPBU serta melaporkan jika menemukan indikasi serupa,“ ujar Nunung.
(azr/frg)