Bloomberg Technoz, Jakarta - DPR RI mengusulkan kepada Kementerian Pariwisata (Kemenpar RI) untuk membujuk pemerintah menggunakan dana kelolaan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) sebagai sumber pendanaan badan promosi pariwisata. Pasalnya memberikan devisa yang sangat besar untuk Indonesia.
Selain itu, berkaca dengan keadaan badan promosi pariwisata Indonesia yang dinilai anggota DPR mandek karena tak memiliki anggaran. Hal ini menjadi penyebab pariwisata Indonesia kalah dari negara tetangga ASEAN, seperti Malaysia dan Singapura.
"Nah dari mana pemerintah mencari dana ini, efisiensi anggaran kan begitu ya Ibu ya. Tetapi Pak Erick Thohir (Menteri BUMN) tuh bilang kepada Presiden ada Rp 300 triliun. Benar kan uang BUMN nih Rp 200 triliun diserahkan Rp100 triliun dikembalikan kepada BUMN untuk sebagai modal kerja kembali. Kenapa Ibu enggak bisa melakukan hal yang sama mengatakan kepada Presiden begitu besarnya pemasukan dari pariwisata ini devisa pariwisata kita Rp317 triliun, masak mau bikin promosi pariwisata aja enggak bisa kan aneh gitu Bu," ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty dalam rapat kerja Komisi VII, dikutip Jumat (14/3).
"Kemarin ya Pak Ketua (Ketua Komisi VII DPR), Menpora ada badan itu yang juga anggarannya dari satu tempat. Kita cari sama-sama Bu bagaimana ini ya kan ini sekarang ada Danantara untuk investasi pariwisata ini investasi loh ya kan ketika itu menjadi unsur dari pendanaan yang selama ini memang menjadi masalah terus," ujarnya.
Selain itu, Evita juga mempertanyakan soal Badan Promosi Pariwisata Indonesia (BPPI) dalam revisi RUU kepariwisataan. Ia mengatakan apabila hal itu dihapus karena tidak ada anggaran, justru akan membuat kebutuhan promosi pariwisata Indonesia jadi kalah saing dengan negara lain.
"Saya dulu pelaku usaha pariwisata itu sudah ada BPPI, tapi kenapa enggak jalan, kan begitu pertanyaan kita, enggak pernah jalan, karena Bapak dan Ibu di pemerintah ini tidak pernah menganggarkan, kita tahulah anggaran jor-joran yang diberikan pemerintahan Singapura kepada Singapore Tourism, pemerintah Malaysia kepada Malaysia tourism. Kita tahu kita bisa tanya kok Ibu bisa tinggal kirim orang-orang ibu tanya apa sumber pendanaan daripada tourism mereka, ya pemerintah," ujarnya.
Kemudian soal kunjungan turis asing, Indonesia masih kalah jauh dari negara tetangga. Thailand pada tahun 2024 memiliki kunjungan turis mencapai 35 juta, Malaysia 25 juta. Di Indonesia sendiri hanya 13 juta kunjungan.
"Kalau Ibu masih tetap ingin mempertahankan Undang-Undang Pariwisata yang sekarang tidak untuk mendapatkan terobosan-terobosan meningkatkan apa yang ada di depan mata kita ini enggak usah dirubah ini Undang-Undang Pariwisata menurut saya."
"Kita tahu pariwisata enggak akan ada artinya sama sekali kalau kita tidak melakukan promosi," ujarnya.
Evita menilai rancangan UU No 10 tahun 2009 mengenai revisi Pariwisata serta bab yang akan dihapus tak akan berdampak baik, apalagi peningkatan pariwisata di RI belum maksimal.
Pasalnya, Indonesia sendiri masih kalah dengan pariwisata Malaysia dan Singapura.
"Kita ini kan, pariwisata kita ini punya potensi yang sangat-sangat luar biasa. Tetapi kita miris. Karena kita kalah jauh dengan tetangga-tetangga kita bu. Nah ini kan, there must be something wrong. Apakah salahnya itu diregulasi? Apakah itu salahnya diadministrasi? Itu kan kita harus cari,"
Diketahui pemerintah telah memberikan tanggapan rencana penghapusan bab mengenai UU No 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, meliputi pendidikan pariwisata, diplomasi budaya, kemudian Badan Promosi Pariwisata Indonesia (BPPI).
"Karena kalau Undang-Undang baru, itu kalau lebih dari 50% penghapusan, perubahan, maka itu menjadi Undang-Undang baru. Kalau tidak ada perubahan yang meningkatkan jumlah pariwisata kita, untuk apa undang-undang ini direvisi?,".
(dec/spt)