Dengan demikian, intervensi yang dilakukan oleh BI dilakukan ketika pasar membutuhkan panduan ketika terjadi ketidakseimbangan di pasar. BI sebagai otoritas harus menjadi pihak yang melakukan stabilisasi terhadap ketidakseimbangan itu.
"Jadi hanya pada saat-saat itu saja, kita tidak bisa mengatakan apakah setiap hari atau tidak, tetapi memang ketika diperlukan. Ketika kita diperlukan untuk melakukan itu, kita akan mengambil itu," ujarnya.
Kendati demikian, BI memastikan akan terus melakukan pemantauan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah dan akan melakukan intervensi bila diperlukan
Berada di Rollercoaster
Triwahyono menggambarkan Indonesia berada dalam 'rollercoaster' dalam masa kepemimpinan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, khususnya yang berkaitan dengan tarif perdagangan.
"Sesuatu yang akan kita hadapi mungkin 4 tahun ke depan, memang kita akan diombang-ambing dengan kebijakan yang akan diambil salah satunya oleh Trump, terkait juga dengan sikap dia dengan Ukraina, dan terkait juga dengan sikap dia dengan Rusia dan sebagainya," ujarnya.
Selain itu, Triwahyono memberikan gambaran bahwa rupiah sempat mengalami pelemahan cukup dalam ketika Morgan Stanley menurunkan peringkat saham MSCI Indonesia dari ‘equal weight’ menjadi ‘underweight, mencerminkan pandangan yang lebih pesimistis terhadap pasar saham Indonesia.
Hal tersebut memberikan tekanan yang sangat dalam kepada pasar saham Indonesia karena banyak investor asing yang keluar dan mencari instrumen yang aman (safe haven), seperti dolar AS.
Namun, rupiah kembali mengalami penguatan dalam beberapa waktu terakhir ketika JP Morgan menaikkan rating rekomendasi saham beberapa bank di Indonesia.
"Kita lihat termasuk pasar saham di Indonesia relatif mengalami rebound yang cukup tinggi, dan ini juga memberi lagi dampaknya kepada rupiah, karena memang banyak disetir oleh perilaku asing di saham," ujarnya.
(lav)





























