Logo Bloomberg Technoz

Presiden kedua RI tersebut kemudian mengutus BJ Habibie untuk mempelajari teknologi ini, yang akhirnya mulai diuji coba di Indonesia dengan asistensi dari Thailand. Awalnya, TMC difokuskan untuk mengisi waduk-waduk strategis guna mendukung irigasi dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA).

Seiring perkembangan, pada 1978 proyek ini dikelola oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), kemudian pada 2015 diubah namanya menjadi Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca. Setelah BPPT terintegrasi ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 2021, pengelolaan TMC dilakukan oleh Laboratorium Pengelolaan TMC di bawah Direktorat Pengelolaan Laboratorium BRIN.

Perkembangan Teknologi Modifikasi Cuaca

Dalam satu dekade terakhir, penggunaan TMC semakin luas, terutama untuk mitigasi bencana hidrometeorologi seperti kebakaran hutan dan lahan (karhutla), banjir, serta pengurangan curah hujan ekstrem. Indonesia bahkan telah menjadi rujukan bagi Thailand dalam menerapkan teknologi ini untuk mitigasi bencana.

Penerapan TMC berkembang untuk berbagai keperluan, seperti:

  • Penanggulangan kebakaran hutan dan pembasahan lahan gambut.
  • Pengurangan curah hujan ekstrem untuk mengatasi banjir.
  • Pengamanan infrastruktur dan acara besar, seperti SEA Games 2011, penanggulangan banjir Jakarta (2013, 2014, 2020), MotoGP Mandalika 2022, serta KTT G20 2022.

Cara Kerja TMC

TMC bekerja dengan memicu hujan lebih awal di lokasi tertentu agar tidak turun di daerah yang ingin dilindungi. Caranya adalah dengan menyemai awan menggunakan garam (NaCl), yang mempercepat proses kondensasi sehingga hujan turun lebih cepat. Namun, TMC tidak bisa menciptakan hujan jika tidak ada awan yang berpotensi menghasilkan hujan.

Operasi TMC dilakukan dengan kerja sama antara BRIN, BMKG, dan TNI AU. BMKG menyediakan data cuaca dan keberadaan awan, sementara TNI AU menyediakan armada pesawat untuk menyemai awan dengan garam di lokasi yang ditentukan.

Selain metode udara, TMC juga mulai dikembangkan dengan metode penyemaian dari darat melalui menara Ground Based Generator (GBG). Metode ini lebih murah dan dapat beroperasi 24 jam, tetapi kurang fleksibel karena hanya bisa bekerja jika awan mendekati menara.

Adapun, berdasarkan data BMKG, pada pekan awal Maret akan terjadi curah hujan yang tinggi diakibatkan gelombang atmosfer seperti Rossby Ekuatorial, Low Frequency, dan Kelvin yang aktif. Fenomena tersebut terjadi di sebagian wilayah Pulau Sumatera, sisi Barat Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Maluku Utara, dan Kepulauan Papua.

(wep)

No more pages