Sekadar catatan, saat ini Pertamina mengoperasikan enam kilang, yaitu; Refinery Unit (RU) II Dumai, RU III Plaju, RU IV Cilacap, RU V Balikpapan, RU VI Balongan, dan RU VII Kasim.
Kapasitas terpasang pengolahan minyak mentah kumulatif di enam kilang Pertamina mencapai sebesar 1.031 MBOPD, atau sekitar 90% dari kapasitas pengolahan yang ada di Indonesia.
Kejaksaan Agung (Kejagung) baru saja menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina, subholding, dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) periode 2018—2023.
Di dalam keterangan resminya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar menjelaskan seharusnya pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan dari dalam negeri.
Pertamina wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor domestik sebelum merencanakan impor minyak bumi.
Mandatori ini termaktub di dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 42/2018 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri.
Dugaan praktik kongkalikong pengadaan minyak ini pada akhirnya mengakibatkan komponen harga bahan baku minyak mentah yang menjadi jauh lebih tinggi dari semestinya, yang berimbas pada tingginya harga BBM Pertamina yang dijual ke masyarakat.
“Maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP [harga indeks pasar] BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal atau tinggi,” kata Harli.
Dalam kasus tersebut, Kejagung resmi menetapkan tujuh tersangka, empat di antaranya dari jajaran subholding Pertamina.
Mereka a.l. Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS); Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional,Sani Dinar Saifuddin (SDS); Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF); dan VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono (AP).
Sementara itu, tiga broker yang menjadi tersangka a.l. Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR); Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati (DW); dan Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadan Joede (GRJ).
Kasus tersebut ditengarai telah mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun. Harli memerinci kerugian negara tersebut mencakup kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun dan kerugian impor minyak mentah melalui broker sekitar Rp2,7 triliun.
Selanjutnya, ada juga kerugian akibat impor bahan bakar minyak (BBM) melalui broker sekitar Rp9 triliun, kerugian pemberian kompensasi pada 2023 sekitar Rp126 triliun, serta kerugian pemberian subsidi pada 2023 sekitar Rp21 triliun.
(mfd/wdh)
































