Menurut Sutopo, peluang harga BBM makin naik lagi dalam beberapa bulan ke depan masih ada, terutama jika ketegangan geopolitik terus berlanjut dan tidak ada solusi jangka panjang yang tercapai.
“Kenaikan harga BBM dapat menyebabkan inflasi, yang berdampak pada daya beli masyarakat. Pemerintah mungkin perlu menyesuaikan untuk menanggulangi kenaikan harga BBM,” ujarnya.
Peluang Penurunan
Berbeda pandangan, Analis Mata Uang dan Komoditas Doo Financial Futures Lukman Leong menilai harga BBM ke depan justru berpeluang mengalami penurunan, meski tidak tertutup kemungkinan minyak dunia akan mengalami kenaikan harga secara temporer.
“Kenaikan harga [minyak] saya perkirakan tidak akan signifikan dan lama, mengingat kondisi pasar minyak mentah global masih surplus,” ujarnya.
Ke depannya, menurut Lukman, harga minyak mentah masih akan turun cukup besar, ditopang oleh kebijakan Trump meningkatkan produksi migas AS serta penguatan dolar AS.
“BBM kedepan lebih condong akan turun karena tren harga minyak mentah dunia masih lemah. Sebulan terakhir, harga Brent maupun WTI mengalami penurunan yang cukup besar. Dalam sepekan ini saja, harga WTI turun kira2 5%, Brent turun kira2 2%.”
WTI untuk pengiriman Maret naik 0,6% menjadi US$71/barel di New York pada penutupan Jumat (7/2/2025). Sementara itu, Brent untuk pengiriman April naik 0,5% menjadi US$74,66/barel.
Antisipasi Hedge Fund
Pada perkembangan lain, para pengelola dana lindung nilai (hedge funds) meningkatkan taruhan bearish terhadap minyak paling banyak dalam tiga bulan terakhir, di tengah prospek bahwa tarif yang saling bersaing antara AS dan China akan mengurangi permintaan energi.
Manajer keuangan meningkatkan posisi short-only mereka pada WTI sebanyak 15.774 lot menjadi 57.441 lot dalam pekan yang berakhir pada 4 Februari, lonjakan terbesar sejak Oktober, menurut data Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas.
Trump mengenakan tarif 10% pada barang-barang dari China awal pekan ini, dan Beijing segera mengumumkan tindakan balasan yang akan mulai berlaku pekan depan.
Kendati AS hanya mengimpor minyak mentah dalam jumlah kecil dari China, sengketa perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia mengancam akan membebani konsumsi global.
Sejak Trump kembali menjabat bulan lalu, pasar minyak mentah mengalami fluktuasi yang tidak menentu, yang menyebabkan investor meninggalkan pasar.
Harga minyak berjangka WTI diperdagangkan dalam kisaran US$4,75 minggu ini, terombang-ambing oleh berbagai pernyataan dan tindakan presiden, sebelum akhirnya mencatat penurunan mingguan ketiga berturut-turut.
Hal yang pasti, beberapa kekhawatiran tentang kekurangan pasokan tetap ada di tengah kemungkinan sanksi lebih lanjut terhadap Iran dan Rusia, serta potensi tarif atas minyak mentah dari Kanada dan Meksiko.
(wdh)

































