Bloomberg Technoz, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Digitalisasi (Menkomdigi) Meutya Hafid menanggapi kemunculan DeepSeek dengan menekankan bahwa kesuksesan dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI) tidak selalu bergantung pada modal yang besar.
"Untuk memberikan kita perspektif yang lebih luas, DeepSeek bermula dari proyek sampingan pendirinya. Jika kita bandingkan dengan perusahaan raksasa Indonesia seperti misalnya Bukalapak, biaya pengembangan modal AI [DeepSeek] ini sepertinya tidak terlalu tinggi atau bahkan rendah," kata Meutya dalam acara Ekonomi Outlook 2025 di Jakarta, Kamis (30/1/2025).
DeepSeek, sebagaimana diketahui merupakan sebuah model AI open-source yang dikembangkan dengan modal lebih rendah dibandingkan platform AI komersial lainnya, di mana DeepSeek hanya memerlukan waktu dua bulan dengan biaya sekitar US$6 juta (sekitar Rp 97 miliar), jauh lebih rendah dibandingkan dana US$63 juta (sekitar Rp 1 triliun) yang digunakan OpenAI untuk mengembangkan GPT-4.
Oleh karena itu menurut Meutya, keberhasilan DeepSeek ini membuka peluang baru bagi ekosistem digital Indonesia, khususnya dalam bidang AI. "Jadi saat ini pertempuran tidak hanya di bidang pertahanan Alutsista saja tapi di teknologi khususnya digital. Pernyataan ini mencerminkan urgensi bagi setiap negara tidak hanya Indonesia dalam pengembangan kecerdasan buatan dan ekonomi digital."
Dengan demikian, Meutya turut menegaskan, keberhasilan DeepSeek menunjukkan bahwa inovasi dan strategi yang tepat dapat menjadi kunci dalam persaingan AI, meskipun dengan keterbatasan modal dan sumber daya.
"Dari DeepSeek kita belajar bahwa keberhasilan tidak selalu bergantung pada modal besar. Saya rasa ini agak melegakan untuk Indonesia. Sekali lagi keberhasilan tidak selalu bergantung pada modal besar, tapi pada strategi pada efisiensi serta kesiapan dalam menghadapi perubahan di tengah keterbatasan limitasi cip canggih," jelasnya.
"Contohnya mereka [DeepSeek], menciptakan peluang dan mendisrupsi industri dengan mengembangkan algoritma baru. Terobosan-terobosan ini yang perlu kita lakukan di negara ini," terangnya.
Sebagai catatan, efiensi biaya DeepSeek sebagian besar dipengaruhi oleh kebijakan pembatasan ekspor chip canggih dari Amerika Serikat, seperti Nvidia H100. Sebagai alternatif, DeepSeek menggunakan chip Nvidia H800 yang memiliki performa lebih rendah. Kondisi ini memaksa perusahaan teknologi di China untuk menemukan metode inovatif dalam mengembangkan AI.
Salah satu teknik yang digunakan adalah "distillation," yaitu metode pelatihan model AI yang lebih fokus pada tugas spesifik. Menurut Chetan Puttagunta, seorang peneliti dari Benchmark General Partner, teknik ini memungkinkan AI untuk mengoptimalkan pemrosesan tugas-tugas tertentu sehingga lebih efisien. CEO Perplexity, Aravind Srinivas, juga menegaskan bahwa efisiensi model AI China dapat menjadi tantangan bagi perusahaan AI di Amerika Serikat.
Saat ini, DeepSeek telah tersedia secara gratis melalui aplikasi Android, situs web, dan API platform. Model AI ini diharapkan menjadi alternatif bagi pengguna global sekaligus memperketat persaingan di industri AI.
Berdasarkan laporan resmi DeepSeek, model AI mereka dirancang untuk bekerja dengan performa tinggi dan efisien. DeepSeek-V3, misalnya, mampu menjawab berbagai pertanyaan, menyelesaikan tugas harian, serta menangani perhitungan matematika dan logika kompleks. Sementara itu, DeepSeek-R1 dikembangkan agar lebih hemat sumber daya dibandingkan model sekelasnya.
(lav)































