Bila Indonesia tidak menyiapkan ekosistem kepastian berusaha, kata Wijayanto, maka investasi tidak akan masuk. Padahal, negara tetangga seperti Vietnam telah memberikan kepastian untuk investor dan berhasil meraup total investasi Rp256 triliun dari perusahaan berlogo buah apel tersebut.
"[Investor] yang lain-lain juga akan investasi ke sana. Jadi memang negosiasi itu perlu tetapi yang lebih perlu adalah kerja dalam diam memperbaiki iklim investasi. Nah ini yang kita masih tertinggal," ujarnya.
Pemerintah dan Apple Inc sedang mendekati kesepakatan investasi yang berpotensi mengakhiri larangan penjualan iPhone 16 di Indonesia. Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani, menyatakan keyakinannya bahwa masalah ini akan segera terselesaikan, dengan harapan dalam satu atau dua minggu ke depan.
Sebagaimana diketahui, pemerintah telah melarang penjualan iPhone 16 sejak tahun lalu karena Apple dinilai masih kurang memenuhi persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
"Saya sangat yakin masalah ini akan segera teratasi," kata Rosan dalam wawancara dengan Bloomberg Television di Davos pada Selasa (22/1/2025) waktu setempat. "Mudah-mudahan dalam satu atau dua minggu ke depan, masalah ini dapat diselesaikan."
Sebelumnya, Bloomberg melaporkan bahwa komitmen investasi terbaru Apple senilai US$1 miliar berupa pembangunan fasilitas produksi AirTag di Batam. Namun, tawaran ini ditolak oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Nilai Investasi Pabrik AirTag Apple hanya US$200 Juta
Di lain sisi, Kementerian Perindustrian melalui Juru Bicaranya Febri Hendri Antoni Arief mengungkapkan bahwa perkiraan nilai investasi Apple untuk membangun pabrik AirTags di Batam hanya sebesar US$200 juta, atau sekitar Rp3,25 triliun.
Perkiraan tersebut berdasarkan hasil asesmen teknokratis internal yang dilakukan Kemenperin. Dengan demikian, hasil itu menunjukkan total nilai investasi Apple tersebut masih jauh dari US$1 miliar (Rp16 triliun).
"Berdasarkan assessment teknokratis kami, nilai riil investasi pabrik AirTag Apple di Batam hanya US$200 juta," kata Febri dalam siaran resminya. dikutip Jumat (24/1/2025).
Komponen proyeksi nilai ekspor dan biaya pembelian bahan baku tidak dapat dimasukkan sebagai capital expenditure (capex) investasi, kata Febri merinci. Nilai investasi, kata dia, hanya dapat diukur dari capex yang terdiri dari pembelian lahan, bangunan, dan mesin/teknologi, yang mampu mendukung jalannya operasional pabrik ke depan.
Dengan masuknya proyeksi nilai ekspor dan pembelian bahan baku dalam investasi oleh pihak Apple, seakan-akan melambungkan nilai investasi lebih tinggi hingga US$1 miliar.
“Jika nilai investasi Apple sebesar US$1 miliar itu benar-benar untuk capex, seperti pembelian tanah, bangunan, dan mesin/teknologi, tentu lebih baik lagi," tutur Febri.
"Bayangkan, jumlah tenaga kerja yang bisa terserap dengan angka investasi US$1 miliar, tentu akan sangat besar sekali."
(dov/del)