"Selain itu, Pilkada yang dilakukan serentak pada November 2024 dan musim libur di akhir tahun menjadi faktor pendorong positif prospek pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2024," sebut dia.
Terlebih, neraca perdagangan juga masih berada dalam status surplus pada 2024, indeks PMI pada Desember 2024 yang diklaim kembali masuk ke zona ekspansif.
Dari sisi global, dia menuturkan ekonomi dunia menghadapi divergensi, yaitu pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda dan menimbulkan kompleksitas serta ketidakpastian di pasar keuangan yang makin meningkat.
Pada kuartal IV 2024, ekonomi Amerika Serikat (AS) masih tumbuh kuat, disusul dengan ekonomi China yang mulai menunjukkan tanda pemulihan. Di sisi lain, ekonomi Eropa dan Jepang masih lemah.
Menurut Sri Mulyani, arah kebijakan pemerintah dan bank sentral AS juga menjadi faktor yang memberi pengaruh paling besar terhadap kondisi ketidakpastian pasar keuangan global.
"Ekonomi AS yang menguat, pasar tenaga kerja membaik, dampak kebijakan tarif yang dilakukan di AS diperkirakan akan mempengaruhi proses penurunan inflasi menjadi tertahan. Jadi inflasi diperkirakan masih di level yang kuat," sebut Sri Mulyani.
Hal ini, sambung dia, tentu mempengaruhi kebijakan suku bunga acuan The Fed dengan ekspektasi terjadinya penurunan menjadi lebih terbatas, akibat inflasi tertahan dan kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump.
Dari sisi fiskal, AS akan lebih ekspansif dan akan mendorong imbal hasil obligasi AS atau yield US treasury tetap tinggi, baik tenor jangka pendek maupun jangka panjang.
(lav)































