Menurutnya, pendapatan dari produksi nikel Indonesia per Desember 2024 mencapai US$12 miliar atau sekitar Rp196,3 triliun. Dia menyayangkan transaksi sebesar itu dilewatkan begitu saja oleh perbankan di Indonesia.
“Coba bayangkan kalau angka US$12 miliar itu ditransaksikan di Indonesia. Bisa bayangkan devisa kita berapa, portfolio perbankan Indonesia berapa. Jadi dia boleh transaksi, mau ekspor, terserah mau ke mana saja, asal pembayarannya ke bank di Indonesia,” jelas Meidy.
Di sisi lain, dia menyebut sejumlah pengusaha tambang telah menyetujui rencana pengadaan bursa berjangka tersebut. Toh, Indonesia sendiri akan diuntungkan perihal perbaikan sistem transaksi nikel.
“Biar duitnya masuk sini lah, jangan masuk di luar [negeri]. Terus ketika mau tarik lagi [uangnya] enggak apa-apa yang penting duitnya [sudah] masuk sini [sistem perbankan Indonesia].”
Wacana pembentukan bursa berjangka nikel sejatinya bukan barang baru. Indeks harga acuan nikel sudah pernah diungkapkan oleh Ketua APNI Nanan Sukarna pada medio Oktober 2023.
Rencana pembentukan indeks harga acuan nikel Indonesia saat itu juga telah digodok bersama pemerintah dan disebut rampung pada Desember 2023.
Nanan saat itu mengatakan Indonesia, sebagai produsen terbesar nikel di dunia, seharusnya memiliki acuan harga sendiri. "Maka dari itu, kami terobsesi ingin membuat ini," ujarnya.
Mantan Wakil Kepala Polri itu menambahkan rencana tersebut juga sudah mendapatkan lampu hijau dari pemerintah.
Pada November 2023, salah satu lembaga penyedia tolok ukur harga energi dan komoditas independen global, Argus Media, akhirnya bekerja sama dengan PT Indeks Komoditas Indonesia (PT IKI) untuk segera meluncurkan harga nikel acuan, termasuk nikel kelas II, sebagai bagian dari seri INI.
Singapura Lebih Dahulu
Sebelum Indonesia akan memiliki bursa berjangka, Singapura baru saja meluncurkan kontrak berjangka nikel sulfat oleh Abaxx Exchange baru-baru ini. Hal ini untuk memenuhi permintaan bahan baku baterai yang terus meningkat dan mengatasi perbedaan harga antara jenis logam tersebut.
Nikel sulfat digunakan untuk membuat baterai kendaraan listrik, sedangkan nikel olahan yang dapat dikirim berdasarkan kontrak London Metal Exchange (LME) terutama digunakan untuk pembuatan baja.
Industri telah menyerukan sistem penetapan harga baru yang dapat berfungsi sebagai alternatif LME sejak short squeeze besar-besaran di bursa pada awal 2022.
"Kontrak nikel sulfat memenuhi permintaan yang terus meningkat akan tolok ukur harga yang andal di pasar yang berubah dengan cepat," kata Abaxx Technologies Inc, yang memiliki mayoritas saham di bursa tersebut, dalam sebuah pernyataan pada Jumat (10/1/2025).
"Pasar nikel sulfat berkembang pesat, dan pelaku pasar membutuhkan alat yang mencerminkan realitas perdagangan fisik," kata Nancy Seah, kepala eksekutif Abaxx Exchange. Kontrak tersebut berdenominasi dolar AS dan dapat dikirim secara fisik di Singapura.
(mfd/wdh)
































