Logo Bloomberg Technoz

Puncak Bunga Tercapai, 'It's Time To Buy' Bagi Investor Obligasi

Ruisa Khoiriyah
10 May 2023 11:30

Ilustrasi Obligasi. (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)
Ilustrasi Obligasi. (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Indonesia terlihat sudah selesai bertarung menjinakkan inflasi tinggi dengan BI7DRR dipastikan akan bertahan di 5,75% sampai akhir tahun ini. Siklus kenaikan bunga acuan di lanskap global dengan Federal Reserve menempatkan bunga acuan di 5,25%, juga sudah membentuk lingkaran sempurna. Ini adalah sinyal bagi para pemodal untuk sigap memutuskan masuk ke pasar sebelum arah bunga acuan semakin turun pada tahun-tahun mendatang. 

“Kita perlu melihat jangan hanya tahun ini saja, di mana kita hadapi short cycle. Sedangkan trayektori bunga acuan Fed ke depan adalah 4,25% bahkan di bawah itu dan berlanjut 3,75% pada 2025. Jadi, puncaknya tahun ini lalu terus merendah ke depan. Bagi investor yang ingin mencari imbal hasil atau yield bagus, sekaranglah saat yang tepat untuk masuk ke pasar obligasi,” papar Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro, Selasa sore (9/5/2023).

Meski saat ini pasar SBN masih menghadapi tekanan menyusul semakin sempitnya selisih yield antara Surat Utang Negara (SUN/INDOGB) 10 tahun dengan obligasi pemerintah Amerika US Treasury tenor yang sama, yaitu di bawah 300 bps, sejatinya peluang reli harga di pasar obligasi sangat terbuka, terutama bagi para pemodal yang memiliki time horizon medium to long term.

Terlebih, dana para pemodal asing belum sepenuhnya kembali ke pasar Surat Berharga Negara (SBN) seperti saat pandemi belum merebak pada 2020. Dengan kata lain, reli pasar obligasi negara masih terbuka lebar menyusul puncak bunga acuan yang sudah tersentuh.

Aliran modal asing

Mengacu pada data Kementerian Keuangan RI, dalam dua hari perdagangan, yaitu 5 dan 8 Mei lalu, pemodal asing mencetak net buy di pasar SBN sehingga posisi kepemilikan nonresiden mencapai Rp829,81 triliun per 8 Mei 2023.