Bloomberg Technoz, Jakarta - Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) Amerika Serikat (AS) mengeluarkan peringatan Badai Geomagnetik G3 atau Badai Matahari menyusul ejeksi massa koronal pada 29 Desember 2024.
Mengutip Lohud news, Selasa (31/12/2024) badai ini diprediksi berlangsung hingga 1 Januari 2025, memberikan peluang untuk menyaksikan Cahaya Utara di negara bagian utara AS seperti New York, Connecticut, dan Massachusetts.
Warga Lower Hudson Valley sebelumnya telah menikmati pemandangan langit berwarna-warni selama puncak siklus matahari pada Oktober 2024. NASA mencatat bahwa maksimum matahari, dengan aktivitas tertinggi seperti badai dan jilatan matahari, terjadi pada siklus 11 tahunan Matahari.
Namun, cuaca hujan dan langit berawan di malam Tahun Baru diperkirakan mengurangi peluang tersebut.
Sebagaimana diketahui, Badai Matahari diprediksi akan terjadi kembali pada 2025 dan menjadi perbincangan hangat di media sosial. Masih banyak sebagian masyarakat yang percaya fenomena ini dapat memicu gangguan besar, seperti internet mati total dan listrik padam berbulan-bulan.
Namun perlu diketahui bahwa Badai Matahari adalah gangguan sementara akibat gelombang kejut akibat angin matahari dan atau awan medan magnet yang berinteraksi dengan medan magnet Bumi. Peristiwa ini merupakan siklus 10-11 tahun dan wajar terjadi.
Meski demikian, siklus aktivitas matahari yang berlangsung sekitar 11 tahun sekali, saat ini justru tengah memasuki fase puncaknya, atau dikenal sebagai Solar Maximum.
Selain itu, siklus aktivitas matahari pada 2025 diperkirakan akan mencapai puncaknya pada Juli 2025, dengan puncak 115 bintik matahari.
Berikut ciri-ciri dari Badai Matahari yang kembali terjadi tahun 2025:
1. Peningkatan Bintik Matahari
Badai Matahari sering diawali dengan munculnya bintik matahari, yaitu area gelap pada permukaan matahari yang menandakan aktivitas magnetik intens. Jumlah bintik ini meningkat seiring dengan puncak siklus Matahari.
2. Suar Matahari (Solar Flares)
Ledakan energi yang kuat dari permukaan matahari, dapat memancarkan radiasi elektromagnetik dalam jumlah besar. Suar ini dapat mencapai bumi dalam waktu sekitar 8 menit, memengaruhi lapisan ionosfer dan mengganggu komunikasi radio.
3. Lontaran Massa Korona (CME)
Pelepasan plasma dan medan magnet dari korona matahari ke angkasa. Jika CME mengarah ke Bumi, dapat menyebabkan badai geomagnetik yang memengaruhi medan magnet bumi.
Adapun dampak badai matahari terhadap bumi yaitu:
Gangguan pada Sistem Komunikasi dan Navigasi
Radiasi dari suar matahari dapat mengionisasi lapisan ionosfer Bumi, sehingga menyebabkan gangguan pada sinyal radio frekuensi tinggi dan navigasi berbasis satelit seperti GPS.
Kerusakan pada Satelit
Partikel energi tinggi dari CME dapat merusak komponen elektronik satelit, mengurangi umur operasional, atau bahkan menyebabkan kegagalan total.
Berdasarkan BMKG, skala kekuatan badai geomagnetic ada 5 jenis yaitu G1, G2, G3, G4, G5.
- G1 (minor) gangguan lemah pada jaringan listrik terutama di wilayah lintang tinggi, kemungkinan gangguan minor pada sistem satelit.
- G2 (moderate) gangguan pada jaringan listrik di wilayah lintang tinggi, badai dalam durasi yang lama bisa menyebabkan kerusakan pada trafo. Koreksi pada orientasi satelit.
- G3 (strong) koreksi tegangan kemungkinan terjadi. Pergeseran pada satelt dengan orbit rendah.
- G4 (severe) meluasnya masalah pada control tegangan. Koreksi pada orientasi sistem satelit, navigasi satelit terganggu hingga beberapa jam, navigasi radio frekuensi rendah terganggu.
- G5 (extreme) menyebabkan kerusakan pada jaringan listrik, kerusakan pada trafo, gangguan pada sistem satelit hingga beberapa hari, navigasi radio frekuensi rendah menghilang dalam beberapa jam.
- Aurora. Reaksi partikel matahari dengan medan magnet bumi dapat menghasilkan aurora atau cahaya utara/selatan yang terlihat di wilayah dekat kutub. Selama badai yang kuat, aurora dapat terlihat di lintang yang lebih rendah dari biasanya.
(wep)