Pada pembukaan pasar Asia pagi ini, mayoritas mata yang di kawasan tertekan oleh dolar AS. Baht memimpin pelemahan dengan penurunan 0,13%. Ringgit juga melemah 0,09%, won 0,07%, yen tertekan juga di kisaran sama, dolar Hong Kong dan dolar Singapura bergerak sedikit turun 0,01%.
Amerika melaporkan, inflasi harga grosir pada November sebesar 0,4% month-on-month, melampaui prediksi pasar dan angka bulan sebelumnya 0,02%. Secara tahunan, inflasi grosir juga lebih tinggi dari prediksi di 3,4%.
Namun, inflasi PPI di luar kelompok makanan dan energi (inflasi inti) tercatat lebih rendah dari bulan lalu yaitu 0,2% sesuai prediksi pasar. Sementara inflasi inti PPI di luar harga makanan, energi dan perdagangan, tercatat lebih rendah yaitu 0,1% dari bulan sebelumnya 0,3%. Angka itu juga lebih kecil ketimbang prediksi pasar.
Pada saat yang sama, AS juga melaporkan klaim pengangguran awal naik mencapai 242.000 klaim, lampaui ekspektasi. Klaim pengangguran lanjutan mencapai 1,89 juta, lebih tinggi ketimbang prediksi pasar.
Data ekonomi AS yang dirilis Kamis memberikan gambaran yang campur aduk tentang kondisi ekonomi. Klaim pengangguran mingguan naik lebih tinggi dari perkiraan, sementara data inflasi produsen menunjukkan hasil yang bervariasi, salah satunya kenaikan karena lonjakan harga telur.
“Dengan harga telur yang tinggi berkontribusi pada kenaikan indeks harga produsen, trader mungkin lebih fokus pada lonjakan klaim pengangguran,” menurut Chris Larkin dari E*Trade, dilansir dari Bloomberg News. Meskipun data ketenagakerjaan masih kuat, "The Fed sensitif terhadap tanda-tanda pelemahan pasar tenaga kerja."
Indeks dolar AS tadi malam ditutup menguat di 106,95. Sedangkan yield Treasury juga masih melanjutkan kenaikan di mana tenor 10Y sudah menyentuh 4,32%, ketika tenor 2Y ada di 4,18%. Bahkan tenor panjang 30Y naik lebih banyak 5,5 bps ke 4,53%, seperti terlihat dari data realtime Bloomberg.
Defisit lampaui batas legal
Dari dalam negeri, sentimen dari kondisi terakhir keuangan negara mungkin akan semakin membebani pasar surat utang RI.
Menurut perhitungan Mega Capital Sekuritas, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam 12 bulan terakhir [TTM] telah mencapai -3,1% dari Produk Domestik Bruto pada November lalu.
Angka itu telah melanggar batas legal sebesar -3% yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 17/2023 tentang Keuangan Negara.
Sementara itu, penggunaan Saldo Anggaran Lebih berada pada jalur menuju Rp150 triliun.
"Bulan madu telah berakhir bagi Pemerintahan Prabowo. Menurut kami, penurunan peringkat [investasi] adalah sebuah kemungkinan yang nyata saat ini. Pemerintah harus bertindak tegas sebelum terlambat," kata Macro and Fixed Income Strategist Mega Capital Sekuritas Lionel Priyadi dalam catatannya, Kamis sore.
Dalam laporan kinerja keuangan negara pada Rabu lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, posisi APBN per November 2024 mencatat defisit, meski keseimbangan primer masih surplus.
APBN hingga akhir bulan lalu mencatat defisit sebesar Rp401,8 triliun atau 76,8% dari porsi total yang ditetapkan sepanjang tahun ini sebesar Rp522,8 triliun. Nilai defisit itu juga lebih besar dibanding Oktober yang sebesar Rp309,2 triliun, setara dengan 1,37% terhadap PDB.
Risiko terdekat bila kondisi defisit fiskal terus berlanjut melampaui batas legal, adalah penurunan peringkat investasi. Bila peringkat investasi Indonesia turun, hal itu dapat memantik penjualan aset-aset pasar domestik terutama surat utang, hingga tingkat imbal hasil obligasi negara bisa naik tinggi. Yield SBN-2Y terpantau ada di 6,95%, sedangkan yield 10Y berada di 6,98%.
Analisis teknikal
Secara teknikal nilai rupiah masih akan berpotensi melemah menuju area Rp15.950/US$ sampai dengan Rp15.980/US$. Support terkuat rupiah ada di Rp16.000/US$.
Sementara trendline terdekat pada time frame daily menjadi resistance psikologis potensial pada level Rp15.900/US$ di MA-200. Selama rupiah bertengger di atas Rp15.950/US$ usai tertekan, maka masih ada potensi untuk lanjut melemah hingga Rp16.000/US$.
Sebaliknya apabila terjadi penguatan hingga Rp15.850/US$ dalam tren jangka menengah (Mid-term), maka rupiah berpotensi terus menguat hingga Rp15.800/US$ hingga MA-50.
(rui)



























