Bloomberg Technoz, Jakarta - Rupiah dibuka menguat mengawali transaksi di pasar spot pada hari Rabu ini, ketika indeks dolar Amerika Serikat (AS) mulai melandai usai menyentuh level tertinggi sejak Juni tadi malam.
Rupiah dibuka menguat tipis 0,1% ke level Rp15.765/US$. Penguatan rupiah di awal transaksi terjadi ketika sentimen dari China membantu mata uang Asia bergerak lebih positif pagi ini.
Bank sentral China menetapkan kurs (fixing rate) yuan lebih kuat ketimbang perkiraan pasar dan jauh lebih kuat dibanding yuan offshore saat ini.
Hal itu mengejutkan pasar valas yang berasumsi yuan akan dibiarkan lemah oleh pemerintah Tiongkok sebagai bagian dari strategi ekonomi mereka.
China terancam oleh kebijakan tarif impor Donald Trump yang telah memenangkan Pilpres AS pada pekan lalu. Pemerintah Tiongkok juga dikabarkan meminta masukan dari para bankir global untuk mengerek kepercayaan pasar.
Seperti dilaporkan oleh Bloomberg pada Rabu ini, dari sumber yang mengetahui masalah tersebut, pemerintah Tiongkok meminta saran tentang bagaimana meningkatkan sentimen modal asing dan minat terhadap aset-aset China.
Dalam diskusi tersebut, bank yang diminta saran memberi advis agar pemerintah Tiongkok menggelar roadshow internasional guna memperjelas kebijakan baru mereka dan meningkatkan komunikasi dengan pasar.
Sentimen itu mengerek mata uang Asia yang di awal perdagangan pagi tadi sejatinya tertekan. Baht memimpin penguatan 0,35%, peso 0,26%, yuan renminbi 0,22%, won Korsel juga menguat 0,21%. Sedangkan yuan offshore naik nilainya 0,18%, disusul rupiah 0,1% dan dolar Singapura serta dolar Taiwan masing-masing 0,08% dan 0,03%.
Hanya ringgit dan yen Jepang yang masih tertekan oleh dolar AS, melemah terbatas 0,09% dan 0,01%.
Pembalikan arah mata uang Asia juga terjadi ketika indeks dolar (DXY) dibuka sedikit lemah dan kini bergerak di 105,91, setelah kemarin menyentuh level tertinggi sejak akhir Juni lalu.
Rupiah menguat bersamaan dengan rebound yang berlanjut di pasar saham. IHSG dibuka menguat 0,3% ketika bursa saham Asia mayoritas berkubang di zona merah.
Sementara pasar surat utang negara, terlihat harga SUN mayoritas masih tertekan. Yield 2Y naik tipis ke 6,58%. Lalu tenor 5Y pagi ini terpantau naik ke 6,62%. Namun, tenor 10Y sedikit turun ke 6,91%.
Secara teknikal nilai rupiah pagi ini terlihat mendekati level resistance terdekat di Rp15.750/US$ dan Rp15.700/US$ sebagai resistance potensial.
Sementara bila angin berbalik menekan rupiah, terdapat level support terdekat di Rp15.800/US$ sebelum break support psikologis di Rp15.850/US$-Rp15.900/US$.
Bila level itu kembali jebol, rupiah bisa semakin ambles ke Rp15.950/US$ sebagai support terkuat.
Dalam jangka menengah, rupiah masih berpotensi melemah lebih lanjut menuju Rp16.000/US$ usai breakout MA-100 dan MA-200 nanti. Sebaliknya, bila ada indikasi penguatan, terdapat level resistance menarik dicermati di Rp15.750/US$ dan Rp15.700/US$ sebagai resistance potensial.
Data inflasi AS
Nanti malam, AS akan melaporkan data inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) yang diprediksi sebesar 0,2% MoM pada Oktober. Sedangkan inflasi inti diperkirakan di angka 0,3% MoM.
Secara tahunan, inflasi Oktober diprediksi naik ke 2,6% dari sebesar 2,4% pada bulan sebelumnya. Itu akan menjadi kenaikan pertama dalam laju tahunan sejak Maret lalu.
"Inflasi belum jinak," kata Scott Kleinman, Co-President Apollo Global Management Inc, dalam wawancara di Bloomberg Television, Selasa. "Kita harus hidup dalam lingkungan suku bunga tinggi untuk waktu yang lebih lama."
Para trader bertaruh pada penurunan lebih lanjut di pasar Treasury, mengantisipasi bahwa kebijakan yang dijanjikan Donald Trump akan memicu inflasi dan mempertahankan suku bunga AS tetap tinggi. Minat terbuka (open interest), indikator posisi trader berjangka di pasar obligasi, naik untuk sesi keempat berturut-turut dalam kontrak obligasi dua tahun, menurut data yang dirilis Selasa.
Gubernur Federal Reserve Minneapolis, Neel Kashkari, mengatakan pada Selasa bahwa dia akan mengamati data inflasi dengan cermat untuk menentukan apakah pemotongan suku bunga lain diperlukan pada pertemuan Desember mendatang di bank sentral AS.
(rui)





























