Logo Bloomberg Technoz

Perbankan dengan kondisi likuiditas rentan, akan bereaksi dengan menaikkan bunga simpanan demi menarik dana nasabah lebih banyak, supaya memiliki amunisi cukup untuk menyalurkan kredit. Buntut dari langkah itu, bunga pinjaman akan dinaikkan supaya para bankir masih bisa meraup untung dengan menjaga selisih antara cost of fund dan harga pinjaman yang ia salurkan.

Kenaikan BI rate ke 6,25% akan membawa suku bunga pasar uang antar bank bergerak naik. Kini PUAB O/N sudah di 5,95%. Sementara PUAB satu minggu dan satu bulan masing-masing sudah bergerak ke 6,5% dan 6,89% saat ini. Sedangkan yield SBN 10Y juga sejauh ini semakin tinggi bergerak ke 7,02%, 15Y ke 7,12% dan 30Y ke 7,086%.

Bagi nasabah KPR terutama yang sudah memasuki periode bunga mengambang, kenaikan bunga acuan membuka potensi kenaikan bunga KPR yang akan menaikkan beban cicilan. Ini jelas menjadi kabar pahit bagi rumah tangga yang sejauh ini ditengarai sudah mengalami tekanan daya beli akibat lonjakan harga pangan setahun belakangan. 

Kabar kenaikan BI Rate juga semakin pahit menilik tendensi perbankan di Tanah Air yang lebih responsif menaikkan bunga kredit ketika bunga acuan naik, ketimbang menurunkannya di kala bunga acuan turun.

Bunga KPR perbankan saat ini dipatok beragam. Secara umum, tingkat bunga kredit konsumsi, termasuk KPR, kredit multiguna dan kredit konsumsi lain, per Februari 2024 masih stabil di kisaran 10,19%. Sedangkan tingkat bunga kredit baru pada Maret terpantau turun 30 bps dari 10,09% menjadi 9,79% walaupun masih ada kenaikan bila melihat pergerakan tiga bulan terakhir.

BI rate dinaikkan untuk menolong rupiah (Bloomberg)

Sampai asesmen terbaru Bank Indonesia yang dipublikasikan kemarin, suku bunga dasar kredit (SBDK) pada Februari masih mencatatkan kenaikan meski kecil, sebesar 2 bps, ke 8,83%, dibanding bulan sebelumnya. Kenaikan SBDK terutama terjadi di kelompok bank daerah dan bank asing masing-masing ke 9,37% dan 6,84%. Sedangkan kelompok bank pelat merah, SBDK masih stabil di 8,74% dan bank swasta nasional di 8,88%. 

Masih naiknya SBDK bisa dibaca sebagai belum berakhirnya dampak kenaikan BI rate pada Oktober lalu. Alhasil, dengan kini BI Rate kembali naik setelah lima bulan ditahan, efek kenaikan masih akan berlanjut ke depan.

SBDK merupakan tingkat bunga yang digunakan sebagai dasar penetapan bunga kredit bank bagi nasabah. SBDK belum memperhitungkan komponen estimasi premi risiko yang besar kecilnya bergantung pada penilaian bank atas risiko masing-masing debitur kredit/nasabah penerima kredit.

Jadi, ketika sebuah bank memiliki SBDK 6%, belum tentu tingkat bunga yang dikenakan ke nasabah juga di level itu. Ketika ditambah premi risiko dan margin keuntungan bank, bisa jadi suku bunga kredit yang final dikenakan ke nasabah mencapai 12%.

"Divergensi SBDK antarkelompok bank disebabkan beberapa faktor, antara lain masih berlanjutnya kenaikan biaya dana pada kelompok daerah dan bank asing," jelas BI dalam asesmen yang dipublikasikan Rabu (24/4/2024).

Langkah BI menaikkan bunga acuan pada Oktober ke 6%, lima bulan lalu, masih berimbas pada pergerakan harga pokok dana untuk kredit (HPDK) alias cost of fund yang merupakan salah satu komponen penyusun SBDK. Biaya dana mencatat tren kenaikan terutama di kelompok bank asing dan daerah, sementara bank swasta dan BUMN terpantau mulai turun.

"Dinamika HPDK ini mencerminkan proses transmisi kenaikan suku bunga kebijakan (BI Rate) selama periode Agustus 2022 hingga Oktober 2023 ke suku bunga dana perbankan, dengan prakiraan dampak tunda dalam kisaran 3 bulan," kata BI.

Dampak ke Cicilan KPR

Bagi nasabah KPR saat ini yang sudah memasuki periode floating rate, ada potensi bunga kredit pinjaman rumah akan dinaikkan oleh bank. Berapa besar kenaikan akan bergantung pada asesmen bank terhadap risiko masing-masing debitur. Kenaikan bunga kredit terlalu banyak juga berbahaya bagi bank karena bisa memicu kredit bermasalah. 

Sebaliknya, tidak menaikkan bunga kredit mungkin akan mempengaruhi tingkat keuntungan bank. Bank yang efisien bisa lebih leluasa menjaga marjin tanpa harus menaikkan bunga kredit.

Di perbankan di Tanah Air saat ini, bunga KPR floating terendah ada di kisaran 11%. Beberapa bank ada yang mematok bunga mengambang untuk KPR hingga ke kisaran 14%. Sebagian lagi mematoknya dengan acuan bunga LPS + 6%. Bunga LPS saat ini masih ditahan di 4,25% untuk simpanan rupiah berlaku sampai Mei nanti.

Seberapa besar dampak ke cicilan KPR bila bunga floating ikut naik karena kenaikan BI Rate terakhir? Berikut simulasinya:

Nasabah KPR dengan nilai utang Rp1 miliar. Tenor utang 20 tahun, dengan masa fixed rate 3 tahun sebesar 6% dan sisanya floating rate (asumsi di 11%). Kenaikan BI Rate terakhir diasumsikan mengerek bunga floating rate menjadi 13%. Maka, cicilan selama 3 tahun pertama adalah Rp7,16 juta per bulan.

Lalu, memasuki periode floating pada tahun ke-empat, cicilan menjadi Rp9,92 juta per bulan, naik lebih dari Rp2 juta. Menghitung kenaikan BI Rate ke bunga KPR, asumsi floating rate ke-13% mulai tahun ketujuh, maka cicilannya semakin besar jadi Rp11 juta per bulan, naik lebih dari Rp1 juta per bulan.

Bank biasanya mengevaluasi bunga mengambang tiap enam bulan sekali. Di tengah tekanan inflasi harga pangan yang sudah menembus 10,33% pada Maret, kenaikan beban cicilan pinjaman akan semakin membuat keuangan masyarakat terpuruk.

(rui/aji)

No more pages