Logo Bloomberg Technoz

Rupiah Menguat 1,2% Pagi Ini dan Masih Bisa Lebih Kuat Lagi

Ruisa Khoiriyah
24 March 2023 09:33

Ilustrasi Rupiah dan dolar AS (Dimas Ardian/Bloomberg)
Ilustrasi Rupiah dan dolar AS (Dimas Ardian/Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta -  Langkah The Federal Reserves menaikkan bunga acuan 25 bps pada 22 Maret lalu mungkin sudah memenuhi ekspektasi pelaku pasar. Namun, sektor perbankan di Amerika Serikat (AS) masih menghadapi risiko yang membuat pelaku pasar masih diliputi kecemasan. Sentimen yang campur aduk itu dalam beberapa hal justru memberi dorongan bagi nilai tukar rupiah. 

Setelah pasar ditutup selama dua hari, membuka perdagangan hari Jumat ini (24/3/2023), nilai tukar rupiah menguat 1,2% menghadapi dolar AS dan kembali ke kisaran Rp 15.168/US$ semenit setelah pasar dibuka pagi ini.

Pasar obligasi AS merespon kebijakan Fed justru dengan membeli US Treasury, berkebalikan dengan respon tradisional pasca kenaikan bunga, terindikasi dengan tingkat yield UST tenor 2 tahun yang sudah anjlok 88 bps ke level 3,81% dibanding posisi sebulan lalu. Selain itu, UST tenor 10 tahun juga turun banyak sebesar 48 bps ke level 3,41%.

“Ini merefleksikan outlook ekonomi AS akan mengalami kemunduran dalam beberapa kuartal ke depan dipicu krisis likuiditas di perbankan AS yang akan menurunkan permintaan kredit dan mengerem ekspansi bisnis,” tulis Samuel Sekuritas dalam catatan pagi yang diterima Bloomberg Technoz, Jumat (24/3/2023).

Situasi ini, menurut Macro Strategist Lionel Prayadi dan Economist Arga Samudro akan memberi dampak positif bagi pasar obligasi domestik mengingat tingkat suku bunga riil Indonesia masih terjaga dibanding negara-negara maju. Ekonom memprediksi imbal hasil SBN tenor 10 tahun akan terus menurun ke kisaran 6,7%-6,8% dalam jangka pendek.