Logo Bloomberg Technoz

Tekanan jual yang besar di pasar surat utang, walau masih diimbangi oleh aksi beli investor asing di pasar saham juga SRBI, tidak mampu menghindarkan rupiah dari pelemahan. 

Sepekan ini, rupiah kehilangan nilai sedikitnya 0,5% dengan ditutup di level Rp15.855/US$ dalam perdagangan terakhir kemarin, Kamis (28/3/2024). Rupiah spot sempat menyentuh level terlemah intraday di Rp15.887/US$, sudah tinggal sejengkal menembus Rp15.900/US$ dalam perdagangan hari terakhir pekan ini sebelum akhirnya ditutup lebih kuat.

Sentimen negatif

Tekanan arus jual di pasar surat utang terutama karena sentimen negatif ketidakpastian global terkait prospek bunga acuan Federal Reserve. Data ekonomi AS yang masih kuat membuat otot dolar makin perkasa dan melibas mata uang yang menjadi lawannya. Indeks dolar AS telah menguat 3,23% sepanjang tahun ini.

Imbal hasil Treasury yang masih tinggi membuat pamor surat utang emerging market seperti Indonesia kurang menarik. Saat ini yield spread atau selisih imbal hasil investasi RI dengan Amerika hanya berjarak 249 bps, jauh lebih kecil dibanding rentang yang dinilai cukup kompetitif di kisaran 300-350 bps.

Arus keluar dana asing dari obligasi Indonesia (Dok: Bloomberg)

Terlebih, itu diperparah juga dengan prospek perubahan konstelasi dana global menyusul langkah Bank of Japan mengakhiri rezim bunga negatif. Ada kekhawatiran dana para pemodal Jepang akan kembali ke negerinya dan mempengaruhi aset-aset keuangan di kawasan lain terutama di AS dan Eropa, tempat di mana dana Jepang banyak diparkir.

Pada saat yang sama, risiko fiskal jangka menengah Indonesia dipandang meningkat menyusul kepastian hasil Pilpres 14 Februari yang memenangkan Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih. Program populis Prabowo seperti makan siang gratis yang memakan biaya besar ditakutkan akan menggoyahkan stabilitas dan kredibilitas keuangan RI. 

Sampai ada kejelasan tentang bagaimana program-program berbiaya super besar itu didanai, juga bagaimana stance kebijakan fiskal di bawah pemerintahan baru -terutama ketika Menteri Keuangan Sri Mulyani hampir pasti tidak menjabat lagi, investor masih menghadapi ketidakpastian yang belum berujung. 

Intervensi BI

Sepanjang tahun ini sampai 25 Maret lalu, BI telah memborong SBN (net buy) sebesar Rp33,5 triliun sehingga membawa posisi kepemilikan surat utang oleh BI mencapai Rp1.397,4 triliun, menurut data yang dipublikasikan oleh Kementerian Keuangan.

Dengan lanskap yang dihadapi oleh rupiah saat ini, terkepung aksi jual asing di pasar SBN dan saham, ditambah kenaikan permintaan dolar AS di pasar menyusul jadwal pembagian dividen korporasi, BI diperkirakan akan semakin gencar melakukan intervensi pada hari-hari mendatang. Intervensi yang sudah masif beberapa waktu terakhir, terlihat baru dimulai dan bisa membawa posisi cadangan devisa RI semakin menipis di masa mendatang.

"Kami perkirakan intervensi valas besar-besaran akan terjadi pada bulan-bulan mendatang sejurus dengan kedatangan siklus tekanan pada rupiah," kata Head of Equity Research Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro, dalam catatannya hari ini.

Memasuki April-Mei, permintaan dolar AS di pasar akan semakin besar sejurus dengan jadwal pembayaran dividen korporasi, kedatangan jadwal pembayaran utang luar negeri jatuh tempo, disusul peningkatan impor terdorong oleh kenaikan permintaan di puncak musim perayaan Idulfitri bulan depan. Impor BBM Pertamina biasanya meningkat, begitu juga impor barang konsumsi.

Meski kenaikan harga komoditas belakangan ini cukup tinggi, akan tetapi sepertinya belum cukup mengimbangi kenaikan permintaan dolar di pasar sehingga membuat rupiah tetap tertekan lonjakan permintaan dolar AS belakangan.

(rui)

No more pages