Logo Bloomberg Technoz

Dalam hal ini, kata Askolani, kebijakan tersebut efektif dan banyak dimanfaatkan oleh pelaku usaha atau masyarakat yang akan menghadiri sebuah kegiatan di luar negeri, dimana mereka harus membawa perlengkapan untuk melakukan pameran, pertandingan, dan lain-lain.

“Kemudian barang-barang itu jika sudah dicatat sebelumnya maka dalam waktu kedatangan pulang mempermudah dan mempercepat layanan di bandara, itu yang kita lakukan,” sebutnya.

Meskipun demikian, ia tetap menegaskan komunikasi yang terjalin dari berbagai dan antar pihak merupakan aspek penting dalam kebijakan declare barang bawaan ini. Askolani menyebut, pihaknya akan terus melakukan edukasi bagi pelaku usaha dan pihak terkait.

Dia menegaskan barang-barang bawaan yang telah dilaporkan sebelum pemberangkatan maka saat proses kedatangan nantinya barang tersebut tidak dikenakan bea masuk ataupun pajak pertambahan nilai (PPN),

“Sehingga itu betul-betul clear barang dari dalam negeri untuk mendukung usaha dan kegiatan mereka di internasional, dan masuknya pun dipermudah dan dipercepat,” pungkasnya.

Untuk diketahui, kebijakan yang mengharuskan para pelancong melaporkan terlebih dahulu barang-barang dari Indonesia kepada Ditjen Bea Cukai dengan tujuan barang tersebut tidak terkena pungutan saat kembali ke Indonesia itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 203 yang terbit tahun 2017.

Sebelumnya, media sosial ramai membahas tentang aturan declare bea cukai. Bukan hanya bagi penumpang yang datang dari luar negeri, tapi aturan serupa ternyata harus dijalankan juga oleh penumpang yang akan ke luar negeri. Hal ini diprediksi akan mempersulit perjalanan masyarakat karena harus melakukan deklarasi semua barang bawaan.

Dalam pemberitaan sebelumnya, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Addin Maulana menilai kebijakan melapor barang bawaan berharga atau declare ke Bea Cukai adalah hal yang merepotkan. Kebijakan ini dinilai bukan solusi terhadap upaya pemerintah menertibkan praktek jasa penitipan atau jastip.

Menurut dia kebijakan tersebut kurang tepat sasaran karena jumlah penumpang yang menjalani Jastip cenderung lebih sedikit dari pada pelaku perjalanan umum lainnya. Tradisi ini pada dasarnya hanya bagian dari tradisi keramahan sosial saja.

"Sehingga, jika ditanyakan apakah akan berdampak, maka menurut saya jawabannya iya, namun seberapa besar? saya rasa ini sifatnya inelastis terhadap permintaan, artinya tidak signifikan," jelas Addin kepada Bloomberg Technoz, Sabtu (23/2/2024).

(azr/lav)

No more pages