Logo Bloomberg Technoz

Gejolak yang terjadi di Amerika dan Eropa menyusul kejatuhan tiga bank dan kini disusul oleh krisis yang menimpa Credit Suisse, salah satu bank terbesar di dunia, mungkin akan memberi alasan lebih banyak bagi BI untuk mempertahankan bunga acuan. Pasalnya, guncangan yang kini dirasakan oleh sektor perbankan itu dilihat akan membuat The Federal Reserves, bank sentral AS, mengkaji ulang kebijakan moneter ketat selama ini. 

Para traders terbelah suaranya antara berekspektasi The Fed akan menaikkan bunga pada FOMC pekan depan atau menahan bunga. Penilaian pasar saat ini cenderung memperlihatkan bahwa bank sentral paling berpengaruh di dunia itu akan berbalik arah dan akan memangkas bunganya setidaknya 1% pada akhir tahun ini.

“Perubahan terjadi di pasar dan saya kira Fed akan berbalik arah karena perekonomian tidak mampu mengatasi kebijakan bunga tinggi,” kata Jo Harmendjian, portofolio manager Alphagrep Pte seperti dikutip Bloomberg News, Kamis (16/3/2023).

Instabilitas Rupiah jadi Risiko Utang

Volatilitas tajam nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akibat terombang-ambing ketidakpastian arah bunga The Fed, buntut dari serangkaian kejadian krusial beberapa pekan belakangan ini, bisa menjadi menaikkan risiko Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia yang saat ini terus naik posisinya.

BI melaporkan sampai Januari 2023, posisi ULN mencapai US$ 404,9 miliar atau setara Rp 6.224,93 triliun. Kenaikan tersebut juga mengerek rasio ULN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dari 30,1% pada akhir 2022 menjadi 30,3% pada Januari lalu.

Secara tahunan, posisi ULN memang masih berada di zona kontraksi alias menurun. Namun, secara bulanan, posisi ULN itu mencatat kenaikan terutama untuk ULN pemerintah dan bank sentral menyusul kenaikan penempatan investasi investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik dan internasional. 

Kepemilikan investor asing di Surat Berharga Negara (SBN) hingga 14 Maret 2023 (DJPRR Kemenkeu)

ULN pemerintah dalam bentuk SBN internasional naik 4,7% year-on-year menjadi US$ 84,17 miliar sedangkan dalam bentuk SBN domestik tercatat turun 12,15% menjadi US$ 54,15 miliar pada Januari 2023.

Namun, bank sentral memastikan kenaikan itu masih dalam batas aman. BI beralasan, hampir seluruh ULN pemerintah memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,7% dari total ULN pemerintah sebesar US$ 194,28 miliar. 

Dengan masih tidak pastinya arah kebijakan bunga The Fed ditambah serial gejolak yang menimpa bank-bank di Amerika serta kini Eropa, volatilitas rupiah perlu menjadi perhatian agar tidak menjadi risiko baru yang mempengaruhi stabilitas perekonomian domestik. 

(rui)

No more pages