Logo Bloomberg Technoz

Neraca Dagang RI Diramal Surplus Lagi, Jadi 45 Bulan Beruntun

Hidayat Setiaji
13 February 2024 13:00

Bongkar muat beras bulog impor dari Vietnam di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (12/10/2023). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)
Bongkar muat beras bulog impor dari Vietnam di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (12/10/2023). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, JakartaMengawali 2024, ekspor Indonesia masih belum pulih. Namun neraca perdagangan diperkirakan masih bisa surplus, yang akan menjadi catatan 45 bulan beruntun.

Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan meriis data perdagangan internasional Indonesia periode Januari pada 15 Februari. Untuk ekspor, konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg dengan melibatkan 17 institusi menghasilkan median proyeksi pertumbuhan -2,7% year-on-year (yoy). Meskipun ada kontraksi, tetapi lebih baik ketimbang bulan sebelumnya yang -5.76% yoy.

Sebelumnya, ekspor Indonesia telah mengalami kontraksi selama 7 bulan beruntun. Jika Februari minus lagi, maka akan menjadi yang ke-8.

Pertumbuhan Ekspor Indonesia (Sumber: BPS, Bloomberg)

Penyebab utama penurunan ekspor Indonesia adalah kejatuhan harga komoditas. Maklum, ekspor Indonesia masih didominasi bahan mentah utamanya batu bara dan minyak kelapa sawit (CPO).

Sebagai gambaran, nilai ekspor non-migas Indonesia sepanjang 2023 adalah US$ 242,89 miliar. Ekspor bahan bakar mineral (yang didominasi batu bara) bernilai US$ 43,57 miliar atau 17,94% dari total ekspor non-migas.

Sedangkan nilai ekpsor lemak dan minyak hewan/nabati (yang didominasi CPO) bernilai US$ 28,45 miliar atau memiliki pangsa 11,71% dari total ekspor non-migas. Jadi, 2 kelompok tersebut menyumbang hampir 30%.

Masalahnya, harga batu bara dan CPO masih bergerak turun. Dalam setahun terakhir, harga 2 komoditas tersebut berkurang masing-masing 45,7% dan 2,53%.

Selain penurunan harga komoditas, perlambatan ekonomi global juga memukul kinerja ekspor Indonesia. Ini bisa terlihat dari pergerakan Baltic Dry Index, yang menggambarkan pergerakan pengiriman barang.

Sepanjang Januari, rata-rata Baltic Dry Index ada di 1.617,14. Jauh lebih rendah dibandingkan rerata Desember yang sebesar 2.561,18.

Baltic Dry Index (Sumber: Bloomberg)

Impor Diramal Naik

Sementara di sisi impor, konsensus Bloomberg menghasilkan median proyeksi pertumbuhan 1,94% yoy pada Januari. Cukup jauh membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang turun 3,81% yoy.

Sepertinya kejadian tahun lalu masih terulang pada awal tahun ini. Adalah impor komoditas pangan yang membuat impor Indonesia naik.

Sepanjang 2023, impor serealia (yang di dalamnya ada beras) tercatat US$ 5,95 miliar. Melonjak 33,61% dibandingkan tahun sebelumnya.

Volume impor beras pada 2023 adalah 3,06 juta ton. Meroket 613,61% dibandingkan 2022.

Untuk tahun ini, pemerintah sudah memutuskan impor beras sebanyak 2 juta ton tetapi bisa naik sampai 2,5 juta ton. Memang lebih rendah dibandingkan 2023, tetapi masih tinggi dibandingkan tren beberapa tahun ke belakang.

Data BPS soal Impor Beras. (Tangkapan layar BPS)

Neraca Dagang Surplus Lagi?

Meski ekspor masih terkontraksi di tengah kenaikan impor, tetapi neraca perdagangan Indonesia diramal masih positif. Konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg menghasilkan median proyeksi surplus US$ 2,97 miliar pada Januari. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang US$ 3,31 miliar.

Jika terwujud, maka neraca perdagangan Indonesia akan mencatatkan surplus selama 45 bulan beruntun. Kali terakhir neraca perdagangan mengalami defisit adalah pada April 2020.

Dalam 20 tahun terakhir, ini adalah rangkaian surplus terpanjang kedua. Hanya kalah dari Februari 2004-Maret 2008 atau 50 bulan beruntun.

Neraca Perdagangan Indonesia (Sumber: BPS, Bloomberg)