Logo Bloomberg Technoz

Namun, kendati saat ini kondisi pasar obligasi domestik tengah berada di kondisi yang kurang menguntungkan, para analis melihat prospek obligasi dolar terbitan korporasi domestik masih menjanjikan.

“Bila ada koreksi penurunan harga atau aksi profit taking dari investor asing, itu bisa menjadi kesempatan bagus bagi pemodal untuk menambah posisi di aset obligasi dolar Indonesia dalam jangka panjang,” kata Albert Budiman, Chief Investment Officer UOB Asset Management, seperti dikutip oleh Bloomberg News, Selasa siang (7/3/2023).

Tender Offer untuk Obligasi Jatuh Tempo

Salah satu perusahaan properti besar di tanah air menempuh aksi korporasi untuk obligasi dolar AS yang jatuh tempo beberapa tahun ke depan. PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) melalui anak usahanya yang berbadan hukum Singapura yaitu Theta Capital, mengumumkan rencana tender offer dua obligasi senior dengan nilai total US$ 582,7 juta atau sekitar Rp 8,91 triliun (asumsi kurs Rp 15.300 per dolar AS). Dua obligasi itu masing-masing jatuh tempo pada 2025 dan 2026. 

Skema tender offer yang diumumkan di bursa Singapura, menjelaskan, Theta akan membayar sebesar US$ 870 untuk setiap pokok senilai US$ 1.000 untuk obligasi yang jatuh tempo pada 22 Januari 2025. Obligasi itu memberi kupon 8,15% dan memiliki rating B3 (Moody's). Sedangkan untuk obligasi dolar AS yang jatuh tempo 31 Oktober 2026 dan memiliki tingkat kupon 6,75%, Theta selaku penerbit akan memberikan US$ 770 untuk setiap pokok senilai US$ 1.000. 

Dua obligasi tersebut sudah tergerus nilainya sejak awal tahun ini di mana untuk obligasi yang jatuh tempo pada 2025 harganya diperdagangkan di kisaran 84,82 sen dolar AS dan 73,94 sen dolar AS. Kedua obligasi itu memiliki nilai outstanding pokok di atas US$ 500 juta. 

Perusahaan yang tergabung di bawah payung konglomerasi Lippo Group itu tengah menghadapi tantangan menyusul permintaan properti yang rendah dan mempengaruhi arus kas, berhadapan dengan beberapa obligasi yang jatuh tempo dalam jangka pendek. 

"Penawaran untuk membeli dijadwalkan akan selesai pada 13 Maret 2023, kecuali diperpanjang atau diselesaikan lebih awal," tulis Perusahaan LPKR Ratih Safitri seperti dimuat dalam Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia, Selasa. 

Obligasi Rupiah Jadi Pilihan

Bila global bond milik korporasi domestik tengah kehilangan taji, korporasi justru tengah bersemangat menerbitkan obligasi berdenominasi rupiah menyusul sinyalemen bunga acuan BI7DRR bakal bertahan hingga akhir tahun. 

Catatan Bloomberg, selama Februari nilai emisi obligasi korporasi mencapai US$ 832 juta atau setara Rp 12,7 triliun. Itu menjadi nilai penerbitan obligasi tertinggi sejak Agustus 2022. Bahkan bila dibandingkan Januari, nilai emisi obligasi melonjak hampir 4 kali lipat. 

Penerbitan obligasi korporasi swasta mencapai empat kali lipat pada Februari sebesar Rp 12,7 triliun, tertinggi sejak Agustus tahun lalu (Bloomberg)

Prospek pertumbuhan ekonomi domestik tahun ini diyakini masih akan cerah di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi ditambah arah bunga acuan AS yang menekan. Bunga acuan BI7DRR diprediksi masih akan bertahan di level saat ini yaitu 5,75% seiring tingkat inflasi yang dinilai masih terkendali mendekati target bank sentral.

Nilai jatuh tempo obligasi korporasi bulan ini mencapai Rp 24 triliun. Terkait itu, dalam waktu dekat, publik akan banyak menyaksikan penawaran-penawaran obligasi baru dari korporasi. Yang terbaru, anak usaha PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) yaitu PT Profesional Telekomunikasi Indonesia atau Protelindo akan menerbitkan obligasi awal pekan depan senilai total Rp 2,9 triliun, pada 15-16 Maret.

Selain Protelindo, di daftar masih cukup banyak korporasi  yang akan merilis obligasi dalam waktu dekat. Di antaranya, PT Merdeka Copper Gold, PT Tunas Baru Lampung dan PT Provident Investasi Bersama, ketiga perusahaan itu telah mengumumkan rencana emisi obligasi senilai total Rp 3,75 triliun pada Maret ini.

Namun, semangat penerbitan obligasi rupiah itu bisa terjegal risiko pelemahan rupiah yang terus tertekan keperkasaan dolar AS dan membuat tingkat imbal hasil surat utang terus melejit. Imbal hasil yang terus naik berisiko membuat biaya emisi obligasi menjadi lebih mahal. 

Yield Surat Utang Negara terbitan pemerintah RI (Bloomberg)

(rui)

No more pages