Logo Bloomberg Technoz

“Nanti putusan perkara pidananya menjadi dasar hukum untuk kita memecat yang bersangkutan secara permanen,” ujar Anang.

Adapun, konstruksi perkaranya dimulai usai Albertinus menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Hulu Sungai Utara (HSU) pada Agustus 2025. Dia diduga menerima aliran uang sekurang-kurangnya sebesar Rp804 juta, secara langsung maupun melalui perantara, yakni Asis dan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejari HSU Tri Taruna Fariadi.

Penerimaan uang tersebut diduga berasal dari tindak pemerasan Albertinus kepada sejumlah perangkat daerah di HSU, di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).

Permintaan yang disertai ancaman itu memiliki modus agar Laporan Pengaduan (Lapdu) dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang masuk ke Kejari HSU terkait dinas tersebut, tidak ditindaklanjuti proses hukumnya.

Dalam kurun November–Desember 2025, dari permintaan tersebut, Albertinus diduga menerima aliran uang sebesar Rp804 juta, yang terbagi dalam dua klaster perantara.

Pertama, melalui perantara Tri Taruna, yaitu aliran uang dari Rahman selaku Kepala Dinas Pendidikan HSU senilai Rp270 juta dan EVN selaku Direktur RSUD HSU sebesar Rp235 juta. Kedua, melalui perantara Asis, yaitu aliran uang dari Yandi selaku Kepala Dinas Kesehatan HSU sejumlah Rp149,3 juta.

Sementara itu, Asis yang merupakan perantara Albertinus tersebut, diduga juga menerima aliran uang dari sejumlah pihak sebesar Rp63,2 juta pada periode Februari–Desember 2025. 

Selanjutnya, selain menjadi perantara Albertinus, Tri Taruna juga diduga menerima aliran uang mencapai Rp1,07 miliar. Rinciannya, berasal dari mantan Kepala Dinas Pendidikan HSU senilai Rp930 juta pada 2022; dan berasal dari rekanan sebesar Rp140 juta pada 2024.

(dov/frg)

No more pages