Tri Taruna diduga memiliki peran sebagai perantara untuk menerima dan memberikan aliran uang hasil pemerasan kepada Albertinus. Selain itu, Tri Taruna juga diduga menerima aliran uang mencapai Rp1,07 miliar. Rinciannya, berasal dari mantan Kepala Dinas Pendidikan HSU senilai Rp930 juta pada 2022; dan berasal dari rekanan sebesar Rp140 juta pada 2024.
“Pada saat sesuai dengan laporan dari petugas kami yang melaksanakan penangkapan terhadap terduga itu melakukan perlawanan dan melarikan diri,” ujarnya.
“Saat ini sedang dilakukan upaya pencarian dan nanti akan kami terbitkan daftar pencarian orang [DPO] apabila pencarian ini tidak membuahkan hasil atau tidak ditemukan yang bersangkutan.”
Dalam perkara ini, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Hulu Sungai Utara Agustus 2025–sekarang Albertinus Parlinggoman Napitupulu dan Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri Kabupaten Hulu Sungai Utara Asis Budianto.
“KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap para tersangka [Albertinus dan Asis] untuk 20 hari pertama sejak tanggal 19 Desember 2025 sampai dengan 8 Januari 2026,” ujarnya.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2002 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP jo Pasal 64 KUHP.
(dov/spt)



























