Logo Bloomberg Technoz

“KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap para tersangka [Albertinus dan Asis] untuk 20 hari pertama sejak tanggal 19 Desember 2025 sampai dengan 8 Januari 2026.

Kegiatan tertangkap tangan ini dilakukan pada Kamis, 18 Desember 2025 yang bermula dari laporan aduan masyarakat. Dalam kegiatan tersebut, penyidik mengamankan sejumlah 21 orang, di mana enam orang di antaranya dibawa ke Jakarta untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Selain dua tersangka, empat pihak lainnya adalah Kepala Dinas Pendidikan HSU Rahman; Kepala Dinas Kesehatan HSU Yandi; dan dua pihak lainnya bermama Hendrikus dan Rahmad Riyadi. 

Adapun, konstruksi perkaranya sebagai dimulai usai Albertinus menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Hulu Sungai Utara (HSU) pada Agustus 2025. Dia diduga menerima aliran uang sekurang-kurangnya sebesar Rp804 juta, secara langsung maupun melalui perantara, yakni Asis dan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejari HSU Tri Taruna Fariadi.

Penerimaan uang tersebut diduga berasal dari tindak pemerasan Albertinus kepada sejumlah perangkat daerah di HSU, di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).

Permintaan yang disertai ancaman itu memiliki modus agar Laporan Pengaduan (Lapdu) dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang masuk ke Kejari HSU terkait dinas tersebut, tidak ditindaklanjuti proses hukumnya.

Dalam kurun November–Desember 2025, dari permintaan tersebut, Albertinus diduga menerima aliran uang sebesar Rp804 juta, yang terbagi dalam dua klaster perantara.

Pertama, melalui perantara Tri Taruna, yaitu aliran uang dari Rahman selaku Kepala Dinas Pendidikan HSU senilai Rp270 juta dan EVN selaku Direktur RSUD HSU sebesar Rp235 juta. Kedua, melalui perantara Asis, yaitu aliran uang dari Yandi selaku Kepala Dinas Kesehatan HSU sejumlah Rp149,3 juta.

Sementara itu, Asis yang merupakan perantara Abertinus tersebut, diduga juga menerima aliran uang dari sejumlah pihak sebesar Rp63,2 juta pada periode Februari–Desember 2025. 

Selain melakukan dugaan tindak pemerasan, Albertinus juga diduga melakukan pemotongan anggaran Kejari HSU melalui bendahara, yang digunakan untuk dana operasional pribadi. Dana tersebut berasal dari pengajuan pencairan Tambahan Uang Persediaan (TUP) sejumlah Rp257 juta, tanpa Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) dan potongan dari para unit kerja atau seksi.

Albertinus juga diduga mendapat penerimaan lainnya sejumlah Rp450 juta, dengan rincian pengalihan (transfer) ke rekening istri APN senilai Rp405 juta; dari Kadis PU dan Sekwan DPRD dalam periode Agustus-November 2025 sebesar Rp45 juta.

Sementara itu, selain menjadi perantara APN, terhadap Tri Taruna juga diduga menerima aliran uang mencapai Rp1,07 miliar. Rinciannya, berasal dari mantan Kepala Dinas Pendidikan HSU senilai Rp930 juta pada 2022; dan berasal dari rekanan sebesar Rp140 juta pada 2024.

Dari kegiatan tertangkap tangan ini, KPK turut mengamankan sejumlah barang bukti yang disita dari kediaman Albertinus berupa uang tunai sebesar Rp318 juta.

Setelah dilakukan pemeriksaan intensif pada tahap penyelidikan dan telah ditemukan unsur dugaan peristiwa pidananya, maka perkara tindak pidana korupsi di Kabupaten Hulu Sungai Utara, diputuskan naik ke tahap penyidikan.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2002 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP jo Pasal 64 KUHP.

(dov/spt)

No more pages