Logo Bloomberg Technoz

Di sisi lain, Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS) masing-masing mencatat penurunan lanjutan sebesar 153 Mt dan 106 Mt, seiring dengan percepatan kebijakan penghentian bertahap pembangkit fosil dan peralihan bahan bakar.

Di wilayah dunia lainnya, permintaan batu bara turun sebesar 179 Mt, mencerminkan tren yang beragam di Afrika, Asia Selatan (di luar India), dan pasar negara berkembang lainnya.

“Konsumsi batu bara di negara-negara Asean diperkirakan mencapai sekitar 516 Mt pada 2025, meningkat sekitar 4% dibandingkan 2024,” tulis IEA.

Proyeksi konsumsi batu bara. (Bloomberg)

Indonesia memimpin konsumsi regional dengan porsi hampir setengah dari total, diikuti oleh Vietnam, Filipina, Malaysia, Thailand, dan Laos.

Konsumsi batu bara di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 266 Mt pada 2025, didukung oleh pertumbuhan penduduk yang berkelanjutan, ekspansi ekonomi yang diperkirakan sebesar 5%, serta permintaan listrik yang meningkat 7%.

Penambahan kapasitas yang terhubung ke jaringan dan pembangkit captive di kawasan industri terus mendorong pembangkitan listrik berbasis batu bara, sementara penggunaan batu bara di sektor industri meningkat seiring pertumbuhan ekonomi, khususnya untuk pengolahan nikel.

Pengolahan nikel terus menopang permintaan batu bara, baik melalui penggunaan langsung di fasilitas peleburan rotary kiln-electric furnace (RKEF) maupun melalui listrik yang dipasok oleh pembangkit batu bara captive.

Fasilitas high-pressure acid leach (HPAL) juga menambah kebutuhan uap dan listrik di lokasi.

“Selain nikel, kapasitas peleburan aluminium juga terus meningkat, khususnya di Kalimantan Utara, dengan tambahan kebutuhan listrik baseload sekitar 30 TWh, yang dalam jangka pendek memperkuat ketergantungan pada pembangkitan berbasis batu bara,” tulis IEA.

Konsumsi Susut

Di sisi lain, IEA memproyeksikan  permintaan batu bara global bakal susut bertahap selepas 2030.

IEA beralasan pasar batu bara bakal mulai diisi sumber energi lain seperti energi baru terbarukan (EBT), gas alam hingga nuklir.

IEA memperkirakan konsumsi batu bara bakal meningkat 0,5% pada tahun ini mencapai rekor 8,5 miliar ton. Kendati demikian, konsumsi itu bakal berbalik minus 3% pada 2030.

“Kami memperkirakan permintaan batu bara global akan mendatar sebelum kemudian sedikit menurun pada 2030,” kata Direktur Pasar dan Ketahanan Energi IEA Keisuke Sadamori lewat siaran pers, Rabu (17/12/2025).

Laporan terbaru IEA yang terbit hari ini memperlihatkan konsumsi batu bara di pasar utama cenderung menyimpang dari tren. Misalkan, konsumsi batu bara di India mengalami penurunan secara tahunan untuk ketiga kalinya dalam lima dekade terakhir.

Di sisi lain, konsumsi batu bara di Amerika Serikat (AS) cenderung menguat lantaran harga gas alam yang lebih tinggi serta kebijakan untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang jalan di tempat. Padahal, konsumsi batu bara di AS berada pada tren melemah selama 15 tahun terakhir.

Sementara itu, permintaan batu bara di Uni Eropa susut secara moderat setelah mengalami penurunan dua digit selama dua tahun terakhir. Di sisi lain, konsumsi batu bara di China relatif tidak bergerak dari posisi 2024.

“Terdapat banyak ketidakpastian yang memengaruhi prospek batu bara, terutama di China, di mana perkembangan mulai dari pertumbuhan ekonomi dan pilihan kebijakan hingga dinamika pasar energi dan cuaca akan terus memberi pengaruh terhadap gambaran global,” kata Sadamori.

(naw)

No more pages