“[Hal] yang dapat kami pastikan adalah bahwa strategi penguatan cadangan emas tetap menjadi prioritas, sebagai bagian dari upaya memastikan keberlanjutan bisnis emas Antam,” ungkap dia.
Sebelumnya, Direktur Komersial Antam Handi Sutanto menargetkan akuisisi tambang emas baru itu bisa rampung tahun depan untuk menggantikan posisi tambang emas Pongkor, Jawa Barat yang memasuki fase pascatambang.
“Kita mengutamakan juga, lihat juga nih, yang kita punya afiliasi, nah afiliasi juga bisa kita lirik,” kata Handi saat ditemui di Jakarta, Sabtu (11/10/2025).
Hanya saja, Handi enggan menerangkan, perusahaan afiliasi yang tengah didekati Antam ihwal rencana akuisisi tersebut. Menurut dia, perseroan saat ini tengah memasuki masa kajian untuk menentukan kelayakan investasi.
“Kalau Indonesia sebelah mana, kita belum bisa disclose, karena kita masih tahap mengkaji keekonomiannya,” tuturnya.
Dia menargetkan rencana akuisisi itu bisa rampung tahun depan untuk menjaga pasokan hulu emas perusahaan tambang pelat merah tersebut. “Mungkin tahun depan. Karena sudah tinggal tiga bulan nih. Kajiannya banyak kan,” tuturnya.
Berdasarkan laporan keuangan ANTM per 30 Juni 2025, perusahaan aneka tambang itu memiliki saham minoritas pada sejumlah usaha patungan tambang emas.
Misalkan, ANTM menghimpit 25% saham PT Sorikmas Mining. Adapun, 75% saham Sorikmas Mining dipegang oleh Sihayo Gold Limited, perusahaan terdaftar di bursa efek Australia.
Sorikmas Mining memegang izin kontrak karya (KK) generasi ke-7 yang dikeluarkan pemerintah pada 1998 dengan luas total saat ini 66.22 hektare (ha). Rencana tambang emas Sihayo-Sambung diperkirakan seluas 501 ha dengan umur tambang 9 tahun.
Kontrak karya ini berlokasi di Sumatra Utara, sekitar tiga setengah jam perjalanan ke arah selatan dari Tambang Emas Martabe.
Proyek ini memiliki total sumber daya mineral gabungan sebesar 24 juta ton dengan kadar 2,0 gram per ton, atau setara dengan 1,5 juta ons emas terkandung.
Selain itu, ANTM turut mengimpit 25% saham proyek tambang tembaga dan emas yang dikendalikan emiten grup Bakrie PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BRMS), PT Gorontalo Minerals (GM). Grup Bakrie memegang 80% saham GM.
Usaha patungan BRMS-ANTM itu memegang kontrak karya atas konsesi tambang seluas 24.995 ha yang berlokasi di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Sulawesi.
Saat ini, GM tengah melakukan kegiatan eksplorasi di wilayah Sungai Mak dan Cabang Kiri, serta telah melaporkan estimasi sumber daya berdasarkan standar JORC sebesar 392 juta ton dengan kadar tembaga (Cu) 0,49% dan emas (Au) 0,43 gram per ton.
Estimasi tersebut mencakup area Sungai Mak, Cabang Kiri, Kayu Bulan, dan Motomboto.
Izin pembangunan dan produksi GM disetujui pada Februari 2019, dengan masa konstruksi selama tiga tahun dan masa produksi selama 30 tahun, yang berlaku hingga 2052.
Antam turut menggenggam 20% saham PT Sumbawa Timur Mining yang mayoritas sahamnya (80%) dikendalikan Eastern Star Resources Pty Ltd, anak usaha Vale Holdings B.V.
Eksplorasi pertambangan yang dilakukan di Dompu, Nusa Tenggara Barat itu belakangan berhasil memetakan Deposit Onto. Perusahaan memperkirakan total sumber daya 2,1 miliar ton, setiap tonnya mengandung 0,86% tembaga (Cu) dan 0,48 gram emas (Au).
Selain itu, ANTM turut memegang 15% saham di PT Pelsart Tambang Kencana, 10% saham di PT Weda Bay Nickel dan 0,8% di PT Galuh Cempaka.
Untuk diketahui, sepanjang semester I-2025, penjualan emas melesat 163% secara tahunan menjadi Rp49,54 triliun, setara 84% dari total pendapatan perseroan.
Seiring dengan cadangan emas yang tipis dari Blok Pongkor, Antam belakangan bergantung pada impor untuk memenuhi permintaan emas di dalam negeri.
Menurut kalkulasi Antam, porsi pengadaan emas dari pasar impor mencapai 78% pada paruh pertama 2025, sementara pasokan domestik mengambil porsi 22%.
(azr/wdh)




























