Pernyataan Hsiao disampaikan di tengah kekhawatiran Uni Eropa terhadap kebijakan perdagangan China yang semakin ketat, termasuk pembatasan ekspor magnet tanah jarang — komponen penting untuk baterai kendaraan listrik hingga peralatan pertahanan — yang kini memerlukan izin impor khusus. Uni Eropa juga frustrasi terhadap dukungan ekonomi dan diplomatik China kepada Rusia sejak invasi penuh ke Ukraina pada 2022, meskipun Beijing menegaskan tidak terlibat dalam konflik tersebut dan mengaku berupaya mendorong perdamaian.
Seperti Amerika Serikat, Uni Eropa menganut kebijakan “satu China” dan tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Taipei. Namun, blok tersebut tetap menjalin kerja sama erat dengan Taiwan dalam isu-isu seperti demokrasi dan hak asasi manusia.
Juru bicara Uni Eropa menegaskan bahwa kebijakan “satu China” masih berlaku, namun menambahkan: “Pada saat yang sama, kami berkepentingan menjaga hubungan dekat dengan Taiwan, yang merupakan mitra demokratis sejalan serta mitra ekonomi dan teknologi penting di kawasan.”
Beijing selama ini berupaya mengisolasi Taiwan di panggung internasional dengan menekan negara-negara lain agar memutus hubungan resmi dengan pulau tersebut. Pemerintahan Presiden Lai Ching-te berupaya melawan tekanan itu dengan mempererat hubungan dengan negara-negara demokrasi lain, melanjutkan kebijakan yang juga ditempuh pendahulunya, Tsai Ing-wen.
Pada Minggu, Tsai tiba di Berlin untuk menyampaikan pidato dalam Berlin Freedom Conference. Menurut situs resmi acara, konferensi tersebut mempertemukan tokoh-tokoh lintas sektor untuk “mendorong demokrasi bertindak dengan lebih tegas, jelas, dan percaya diri” di tengah dunia yang semakin multipolar.
Dalam konferensi pers yang sama, Lin mendesak Jerman untuk “menolak gerakan kemerdekaan Taiwan, menghindari pengiriman pesan keliru kepada kekuatan separatis Taiwan, dan mengambil langkah konkret untuk menjaga hubungan bilateral secara keseluruhan.”
(bbn)































