Pencapaian laba bersih itu susut 76,1% dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$122,86 juta atau Rp1,98 triliun (asumsi Kurs Rp16.129 per dolar AS).
Dalam hal pendapatan. Tercatat, pendapatan BUMI hanya mencatat pendapatan sebesar US$1,03 miliar. Turut terpengaruh oleh tekanan harga batu bara global.
“Kinerja produksi dan penjualan perseroan tetap stabil di tengah kondisi pasar yang menantang, menunjukkan efektivitas pengelolaan operasional dan pengendalian biaya yang konsisten,” tulis manajemen dalam Keterbukaan Informasi.
Lebih jauh, dari sisi kinerja operasional, harga jual rata–rata (Free On Board/FOB) tercatat US$60,4 per ton, melemah dan turun 18% dari US$73,7 per ton. Serta terjadi penurunan volume produksi dan penjualan masing–masing mencapai 4% dan 2% menjadi 54,9 juta ton dan 54,5 juta ton.
Riset analis Sucor Sekuritas, Yoga Ahmad Gifar mengestimasikan laba bersih BUMI tahun penuh 2025 akan sedikit menurun menjadi US$66 juta, tertekan oleh harga jual rata–rata (ASP) yang lebih rendah di KPC dan Arutmin.
“Asumsi dasar kami menggunakan ASP konservatif sebesar US$68/ton untuk KPC dan US$55/ton untuk Arutmin, dengan biaya tunai masing–masing US$60/ton dan US$49/ton, yang berujung pada penurunan margin,” jelasnya dalam riset terbaru, mengutip Selasa.
Namun, laba tetap diprediksi akan melejit signifikan pada 2026F menjadi US$72 juta (+14% yoy), didorong oleh stabilnya harga batu bara, turunnya biaya bahan bakar, serta manfaat penuh dari penurunan tarif royalti IUPK, yang akan mendorong pemulihan margin yang lebih kuat.
Yoga meyakini, BUMI masih berada pada tahap awal dari proses pemulihan (multi–year), dengan profitabilitas yang berangsur membaik berkat inisiatif diversifikasi di luar batu bara termal, struktur permodalan yang lebih efisien, serta disiplin biaya yang lebih kuat.
(fad/red)






























