TOBA Catatkan Rugi di Kuartal III, Ini Penyebabnya
Redaksi
28 October 2025 19:09

Bloomberg Technoz, Jakarta - Di tengah komitmen untuk meninggalkan sepenuhnya bisnis batu bara pada 2030, PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) melaporkan rugi bersih konsolidasi sebesar US$128 juta hingga Kuartal III 2025. Meski demikian, perusahaan tetap menunjukkan fundamental yang kuat dengan adjusted EBITDA positif mencapai US$31,84 juta.
Kerugian yang dialami TOBA bersifat non-tunai (non-kas) dan muncul akibat transaksi divestasi dua PLTU, biaya akuisisi bisnis hijau yang bersifat satu kali (one-time expense) dan tidak berulang (non-recurring), serta pelemahan harga batu bara global. Di sisi lain, hasil divestasi justru menambah dana untuk mempercepat ekspansi bisnis berkelanjutan.
“Diluar dampak satu kali transaksi dan bisnis pertambangan batubara, perseroan mencatat keuntungan di US$1,8 juta, mencerminkan kinerja positif bisnis-bisnis baru Perseroan yang mendukung keyakinan manajemen akan arah transformasi Perseroan,” ujar Direktur TBS Energi Utama Tbk, Juli Oktarina, dalam paparan kinerja kuartal III-2025, Selasa (28/10/2025).
TOBA juga membukukan peningkatan kas signifikan menjadi US$89 juta, naik 31% dibandingkan akhir 2024. Hal ini mempertegas posisi likuiditas yang solid untuk mendanai ekspansi tiga pilar hijau yang menjadi fokus baru perusahaan.
Rugi Non-Kas Akibat Divestasi PLTU
Rugi non-kas terbesar berasal dari pencatatan rugi divestasi PLTU Minahasa Cahaya Lestari (MCL) dan Gorontalo Listrik Perdana (GLP) senilai total US$96,9 juta. Berdasarkan ketentuan PSAK untuk proyek Independent Power Producer (IPP) skema Build-Own-Operate-Transfer (BOOT), nilai aset yang tercatat mencakup pendapatan masa depan yang belum direalisasi.
Ketika aset tersebut dijual, bagian pendapatan yang “belum jatuh tempo” otomatis dihapus (write-off) dan tercermin sebagai rugi non-kas dalam laporan laba rugi.
Analis Panin Sekuritas Andhika Audrey menjelaskan bahwa rugi semacam ini murni dampak akuntansi, tidak menimbulkan arus kas keluar dan tidak mencerminkan fundamental Perseroan.
“Divestasi justru memperkuat kas dan mempercepat transisi bisnis TBS menuju portofolio hijau. Dari sisi keuangan, posisi utang-ekuitas tetap sehat dengan DER di bawah 2x,” ujarnya.
Rugi akuntansi tersebut sekaligus menandai perubahan struktural besar, yakni TBS telah sepenuhnya keluar dari bisnis PLTU dan kini berfokus pada tiga pilar hijau. Pilar pertama adalah pengelolaan limbah melalui anak usaha CORA Environment, kendaraan listrik melalui Electrum, dan energi terbarukan seperti proyek mini-hidro Lampung serta PLTS Batam.
Hingga September 2025, segmen pengelolaan limbah menghasilkan pendapatan US$111,92 juta, menyumbang sekitar 39% dari total pendapatan konsolidasi dan 88% dari adjusted EBITDA.
“Hal tersebut menegaskan bahwa bisnis waste management TOBA on the right track menjadi motor utama pertumbuhan baru. Market juga menunggu kontribusi dari EV dan energi terbarukan karena tergolong bisnis masa depan,” ujar Andhika.
Secara operasional, bisnis pengelolaan limbah TBS di Singapura dan Indonesia mengelola hampir 1 juta ton limbah per tahun dan melayani lebih dari 470 ribu pelanggan serta ribuan perusahaan.
Selain CORA, anak usaha Asia Medical Enviro Services (AMES) telah memproses lebih dari 3 ribu ton limbah medis di Singapura. Adapun ARAH Environmental telah mengelola lebih dari 6.000 ton limbah rumah sakit dan domestik di Indonesia. Kedua entitas ini berfokus pada pengolahan limbah medis dan rumah tangga yang menjadi bagian penting dari strategi ekspansi TBS.
Keberhasilan dalam bisnis pengelolaan limbah di dua negara ini juga mendorong TBS untuk mempersiapkan ekspansi ke kawasan lain seperti Thailand, Vietnam, dan Myanmar.
Sementara itu, anak usaha Electrum mencatat lebih dari 6.400 unit motor listrik aktif di jalan dan 364 stasiun swap baterai, meningkat 25% dari semester sebelumnya. Untuk sektor energi terbarukan, Proyek PLTMH Sumber Jaya berkapasitas 6 MW telah beroperasi sejak awal 2025, sementara PLTS Terapung Tembesi Batam berkapasitas 46 MWp sedang dalam tahap konstruksi dengan target Commercial Operation Date (COD) pada pertengahan 2026.
Prospek Laba Tahun Depan
“Pada umumnya rugi non kas ini akan tercatat hingga full year nanti. Nah setelah bersih dari rugi non kas, maka TOBA berpotensi mencatatkan pada laba tahun berikutnya yang ditopang oleh kuatnya pertumbuhan pendapatan dari bisnis waste management,” ujar Andhika.
Ia juga menilai langkah TBS sejalan dengan tren global terhadap transisi energi. Di tingkat internasional, emiten yang fokus pada bisnis berkelanjutan umumnya memiliki valuasi lebih premium dibandingkan perusahaan batu bara.
“Valuasi premium ini bonus karena masih banyak faktor yang mempengaruhi. Yang penting adalah arah jangka panjang TOBA dengan memiliki likuiditas kuat, rasio keuangan sehat, dan pertumbuhan dari sektor hijau yang kini menopang mayoritas EBITDA,” tutupnya.
































