Dalam kesempatan tersebut, Purbaya menegaskan dirinya tak akan melakukan razia penjualan pakaian bekas impor di lapangan, melainkan melakukan penegakan hukum di wilayah tempatnya berkuasa, yakni di pelabuhan ketika bea cukai memproses barang-barang impor yang sampai dari luar negeri.
Menurut dia, dengan adanya penindakan tegas di sisi suplai, maka ketersediaan pakaian bekas otomatis akan susut bahkan habis di pasaran. Selanjutnya, para pedagang pakaian bekas dapat beralih bisnis menjual barang-barang produksi industri dalam negeri. Alhasil, industri domestik akan kembali hidup dan berkembang pesat.
"Ya nanti mereka (penjual pakaian bekas impor) beli pakaian dari produksi dalam negeri lah. Masa kita melegalkan yang ilegal, sementara produksi di dalam negeri mati. Kan sama aja, untungnya tetap bisa didapat. Mereka yang penting kan tetap bisa untung," kata dia.
Jika ada pedagang pakaian bekas impor, lanjut dia, maka hal itu malah memudahkannya untuk melakukan penindakan terhadap para pelaku perdagangan barang ilegal.
"Siapa yang nolak, saya tangkap duluan. Kalau ada yang menolak, berarti dia pelakunya, kan? Clear. Malah maju, malah untung saya. Dia kan ngaku bahwa dia pengimpor ilegal. Ya Alhamdulillah," tutur dia.
Denda Importir Pakaian Bekas Ilegas
Sebelumnya, Purbaya berencana mengenakan denda bagi para importir pakaian ilegal yang dikemas dalam bentuk balpress atau karung, selain hukum penjara.
Pernyataan tersebut ia sampaikan usai melakukan kunjungan kerja ke kantor pusat Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan di kawasan Jakarta Timur pagi ini, Rabu (22/10/2025).
Dalam kunjungan tersebut, dirinya mengaku baru mengetahui istilah balpress, yang juga selama ini marak terjadi dan hanya dihukum kurungan penjara, yang membuat negara tidak mendapatkan keuntungan.
"Saya juga baru tau istilah balpress itu. Impor barang-barang baju bekas, seperti apa penanganannya. Rupanya selama ini hanya bisa dimusnahkan dan yang impor masuk penjara, saya nggak dapet duit, nggak didenda," kata Purbaya kepada wartawan di kantornya usai kunjungan itu.
"Jadi saya rugi cuma keluar ongkos untuk memusnahkan barang itu, tambah ngasih makan orang-orang yang di penjara itu. Jadi sepertinya akan di ubah, gimana kita bisa denda orang itu juga," sambungnya menegaskan.
Belakangan, pemerintah memang tengah gencar menindak sejumlah barang impor ilegal, termasuk diantaranya pakaian bekas atau yang kerap disebut dengan thrifting dengan kemasan balpress tersebut.
Teranyar, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan dan TNI Angkatan Laut (AL) menggagalkan penyelundupan sebanyak 747 karung (ballpress) berisi pakaian bekas atau thrifting dan 8 balpres tas merek bekas dengan nilai mencapai Rp1,5 miliar.
Direktur Jenderal Bea Cukai Djaka Budi Utama mengatakan penindakan dilakukan dalam kurun waktu 3 hari atau sejak Sabtu (9/8/2025) hingga Selasa (12/8/2025) yang berasal dari tiga titik lokasi strategis.
Di sisi lain Kementerian Perdagangan juga setidaknya telah mencatat barang impor balpress ilegal yang telah ditindak sejak awal tahun ini mencapai hingga Rp120,6 miliar, yang juga berasal dari kerja sama pengawasan dengan berbagai stakeholder.
(lav)




























