Logo Bloomberg Technoz

“Kondisi air tanah ini kan di beberapa wilayah seperti di Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur. Ini kan kondisi cekungannya itu adalah kondisi kritis. Jadi, kan kita juga harus melakukan penataan terhadap sumber air yang dalam kondisi kritis ini. Karena ini kan merupakan aspek lingkungan yang harus kita jaga ke depan,” kata Yuliot di Kantor Kementerian ESDM, dikutip Sabtu (25/10/2025).

Ilustrasi Dedi Mulyadi dan Aqua (Diolah berbagai sumber)

Yuliot menyebut evaluasi tersebut akan dilakukan untuk menentukan apakah perusahaan yang sudah memiliki izin pemanfaatan air tanah sudah memenuhi persyaratan yang ditentukan atau belum.

Jika persyaratan tersebut tidak lengkap, lanjut Yuliot, maka Kementerian ESDM dapat mencabut izin pemanfaatan air tanah tersebut.

“Jadi, untuk berdasarkan evaluasi. Kalau ini perusahaan sudah memenuhi persyaratan, ya ini mereka kan bisa tetap melaksanakan kegiatan. Akan tetapi, kalau ini ada yang perizinan yang tidak lengkap, ya kemudian itu ada permasalahan di lapangan,” kata Yuliot.

“Ini kita lakukan perbaikan. Untuk perbaikan ini, ya termasuk nanti ya bagaimana untuk pengendaliannya. Kalau memang itu harus disesuaikan, disesuaikan,” lanjut dia.

AQUA menjadi sorotan publik setelah mencuat laporan bahwa sebagian produksinya menggunakan sumur bor, bukan seluruhnya dari sumber mata air pegunungan seperti yang dipersepsikan konsumen.

Dalam kunjungan yang diunggah melalui kanal YouTube pribadinya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyoroti sumber air yang digunakan oleh pabrik tersebut. Ia tampak terkejut saat mengetahui bahwa air yang diolah berasal dari bawah tanah melalui sumur bor.

“Oh, airnya dari bawah tanah, bukan air permukaan?” tanya KDM dalam video tersebut, setelah mendapat penjelasan dari staf bahwa sumur produksi mencapai kedalaman 60 hingga 102 meter.

Dedi kemudian menyinggung potensi dampak lingkungan dari aktivitas pengambilan air bawah tanah di wilayah pegunungan. Dia khawatir pengeboran air tanah bisa memengaruhi kestabilan tanah.

“Air gunung diambil dari bawah tanah, apa nggak geser tanahnya? Kalau datar mungkin nggak berisiko, tetapi ini daerah pegunungan. Kalau geser bisa bahaya,” tuturnya.

Dedi menyebut bahwa beberapa wilayah sekitar mengalami perubahan kondisi lingkungan, seperti meningkatnya risiko longsor dan banjir.

Menanggapi hal itu, manajemen AQUA memberikan klarifikasi melalui keterangan resmi di situs perusahaan. Mereka menegaskan bahwa air yang digunakan memang berasal dari sumur bor, namun bukan dari air tanah dangkal.

Menurut penjelasan perusahaan, sumber air AQUA berasal dari akuifer dalam yang terlindungi lapisan kedap air dan bebas dari kontaminasi aktivitas manusia.

Perusahaan juga menyebut bahwa setiap titik sumber air telah melalui kajian hidrogeologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Padjadjaran (Unpad), serta analisis dampak terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.

“Akuifer ini terlindungi secara alami oleh lapisan kedap air, sehingga bebas dari kontaminasi aktivitas manusia dan tidak mengganggu penggunaan air masyarakat,” tulis manajemen AQUA dalam keterangan tersebut.

AQUA juga menegaskan Air yang digunakan AQUA berasal dari lapisan dalam yang tidak bersinggungan dengan air permukaan yang digunakan masyarakat.

Proses pengambilan air, ungkap perusahaan, dilakukan sesuai izin pemerintah dan diawasi secara berkala oleh pemerintah daerah dan pusat melalui Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

"AQUA memiliki Kebijakan Perlindungan Air Tanah Dalam (Ground Water Resources Policy), yang mengatur bahwa pengelolaan sumber daya air harus menjamin kemurnian dan kualitas sumber air, menjaga kelestarian sumber daya airnya," tulis pernyataan AQUA.

(azr/wdh)

No more pages