Logo Bloomberg Technoz

Menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari berbagai negara berkumpul di Washington pekan ini untuk menghadiri pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia di tengah ancaman perang dagang antara kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia yang kembali memanas.

Setelah relatif mereda dalam beberapa bulan terakhir, ketegangan kembali memuncak. Pekan lalu, Presiden Donald Trump mengatakan akan memberlakukan tarif tambahan 100% terhadap China mulai 1 November—balasan atas pembatasan ekspor logam tanah jarang yang baru-baru ini diberlakukan Beijing. Kedua pihak sejak saat itu mengindikasikan perundingan masih mungkin dilakukan untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.

Proyeksi IMF untuk Ekonomi 2026. (Bloomberg)

Di AS, menurut IMF, pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat menjadi 2% tahun ini, menandai penurunan signifikan dari tahun 2024, dan tetap stabil di level 2,1% pada 2026. Pertumbuhan di zona euro diperkirakan meningkat menjadi 1,2% tahun ini dan 1,1% tahun depan. Pertumbuhan China diperkirakan melambat ke 4,8% pada 2025 dan 4,2% tahun 2026.

Gourinchas menjelaskan bahwa berbagai faktor membantu meredam dampak guncangan tarif pada paruh pertama 2025, termasuk lonjakan investasi kecerdasan buatan (AI). China meredam dampak tarif tinggi sebagian dengan mengalihkan ekspornya ke Asia dan Eropa, serta berkat dukungan fiskal, sementara ekspansi fiskal Jerman mengangkat ekonomi zona euro lainnya.

Guna meredam volatilitas dalam proyeksi tahun ini dan menghilangkan distorsi dari banjir impor yang mendorong aktivitas di paruh pertama 2025, IMF menganalisis pertumbuhan berurutan dari paruh kedua 2025 hingga 2026. Analisis ini memproyeksi ekonomi global tumbuh rata-rata sebesar 3% secara tahunan selama periode 18 bulan, turun 0,6 poin persentase dari rata-rata 3,6% pada 2024.

"Meski ada berbagai faktor penyeimbang, guncangan tarif semakin meredupkan prospek pertumbuhan yang sudah lesu," beber Gourinchas melalui unggahan di blog. "Kami memperkirakan perlambatan pada paruh kedua tahun ini, dengan hanya pemulihan parsial pada 2026."

Dalam laporannya, IMF mencatat semakin banyak tanda bahwa dampak tarif tinggi mulai terasa, termasuk di AS, di mana indikator utama inflasi telah melonjak dan tingkat pengangguran sedikit naik.

Inflasi stabil di atas target bank sentral di beberapa negara lain, dan prospek harga tetap tidak pasti, sehingga mempersulit prospek bagi pembuat kebijakan moneter.

Salah satu alasan kekhawatiran lain adalah lonjakan pinjaman yang terus berlanjut. Pemerintah perlu mencari cara untuk memangkas belanja, terutama di Eropa, mengingat biaya populasi menua bertambah, belanja pertahanan dan ketahanan energi meningkat.

"Perhitungan keberlanjutan utang pasca-pandemi menjadi rumit akibat rasio utang yang tinggi, saldo primer yang memburuk, suku bunga yang tinggi, dan prospek pertumbuhan yang melemah," ungkap IMF.

(bbn)

No more pages