Logo Bloomberg Technoz

Selama ini dunia bergantung pada China sebagai pemasok utama LTJ, keunggulan yang dimanfaatkan negara itu untuk merespons perang dagang yang dilancarkan Presiden AS Donald Trump.

Beijing memanfaatkan dominasinya dalam rantai pasok dengan membatasi ekspor logam LTJ sebagai bentuk pembalasan terhadap tarif Amerika.

China mendominasi pasokan logam tanah jarang dunia. (Bloomberg)

Pencabutan pembatasan ekspor menjadi salah satu titik panas dalam negosiasi perdagangan antara dua negara adidaya itu. Sebuah kerangka kesepakatan dicapai pada Juni untuk kembali membuka arus ekspor LTJ.

Namun, menjelang pertemuan antara Trump dan Presiden Xi Jinping pada Oktober, China justru memperketat kontrol ekspor dengan mewajibkan produsen luar negeri memperoleh lisensi jika produk mereka mengandung sedikit saja LTJ asal China.

Apa Itu Logam Tanah Jarang?

LTJ terdiri dari 17 unsur logam yang dikelompokkan karena kesamaan sifat kimianya. Karakteristik optik, magnetik, dan listriknya membuatnya cocok untuk beragam aplikasi teknologi.

Sebagai contoh, terbium dan yttrium memberikan warna cerah pada layar ponsel dan televisi, sementara cerium banyak digunakan dalam catalytic converter mobil untuk mengurangi emisi gas buang.

Neodymium dan praseodymium digunakan untuk membuat motor magnet permanen, teknologi yang mengubah listrik dari baterai menjadi gerakan, seperti memutar roda mobil listrik.

Motor jenis ini juga dapat bekerja sebaliknya, mengubah gerak menjadi listrik, misalnya melalui putaran baling-baling turbin angin.

Seberapa Langka Logam Tanah Jarang?

Meski disebut “langka”, unsur-unsur ini sebenarnya cukup melimpah di kerak bumi, bahkan cerium lebih banyak daripada timah atau timbal.

Tantangannya adalah menemukan deposit dengan konsentrasi tinggi yang cukup ekonomis untuk ditambang.

Proses ekstraksinya juga berisiko terhadap lingkungan, karena membutuhkan air dan energi dalam jumlah besar untuk memisahkan logam dari batuan.

Penambangan juga berpotensi mencemari tanah dan air tanah, mengingat LTJ sering ditemukan bersama unsur radioaktif seperti uranium dan thorium.

Siapa Pemasok Utama Dunia?

AS sempat menjadi produsen terbesar LTJ pada 1960–1980-an, sebelum China mengambil alih dengan operasi berbiaya rendah yang membanjiri pasar global dan membangun hampir monopoli di rantai pasok dunia.

China kini menyumbang sekitar 70% produksi global. Negara itu menghasilkan 270.000 ton LTJ pada 2024 — dua kali lipat dibanding lima tahun sebelumnya, menurut data US Geological Survey. AS berada jauh di posisi kedua dengan 45.000 ton.

China mendominasi tambang logam tanah jarang. (Bloomberg)

Dominasi China diperkuat oleh cadangan besar yang dimilikinya, hampir separuh dari total dunia, yakni sekitar 44 juta ton, lebih dari dua kali lipat cadangan Brasil di posisi kedua.

AS menempati peringkat ketujuh dengan sekitar 1,9 juta ton dan minim kapasitas pemurnian. Bahkan negara yang bisa menambang LTJ pun masih harus mengirimkannya ke China untuk diproses.

Bagaimana China Memanfaatkan Kendalinya?

China sudah lama menyadari keunggulannya di sektor ini. Pemimpin Deng Xiaoping pernah berkata pada 1992, “Timur Tengah punya minyak, China punya logam tanah jarang.”

Pengaruhnya terlihat jelas pada 2010 ketika Beijing menangguhkan ekspor ke Jepang selama dua bulan akibat sengketa perbatasan laut.

Langkah itu memicu upaya panjang Jepang untuk mengurangi ketergantungan, meski sejauh ini baru berhasil menurunkannya dari 80–90% menjadi sekitar 60%, menurut mantan Menteri Keamanan Ekonomi Takayuki Kobayashi.

China punya cadangan logam tanah jarang terbesar di dunia. (Bloomberg)

Pemerintah pusat China mengendalikan ketat produksi dan ekspor LTJ, dan makin memperkuat posisinya seiring meningkatnya ketegangan dengan AS terkait akses semikonduktor.

Akhir 2023, China memperluas pembatasan ekspor teknologi pemrosesan logam tanah jarang, memperkuat cengkeramannya di sektor pemurnian.

Negara itu juga menggunakan pengaruhnya untuk membalas tarif AS terhadap barang-barang China serta pembatasan Washington terhadap chip dan teknologi pembuat semikonduktor.

Bagaimana China Menggunakan LTJ sebagai Senjata Perang Dagang?

Selain saling balas tarif, China menambahkan tujuh jenis LTJ dan magnet permanen ke daftar pengendalian ekspor pada April lalu.

Artinya, perusahaan harus mengantongi izin khusus untuk mengirim bahan tersebut ke luar negeri. Langkah ini serupa dengan pembatasan sebelumnya terhadap mineral penting lain seperti galium, germanium, grafit, dan antimon.

Pembatasan itu mencakup beberapa LTJ “berat” yang hampir seluruhnya diproduksi di China dan memiliki nilai tinggi. Misalnya, lutetium digunakan sebagai katalis dalam kilang minyak untuk memecah hidrokarbon.

Kebijakan ini menekan sejumlah perusahaan AS. Ford Motor Co., misalnya, sempat menutup sementara pabriknya di Chicago pada Mei karena kekurangan pasokan magnet berbahan LTJ. Dampaknya juga menjalar ke Eropa, di mana beberapa perusahaan melaporkan penghentian produksi sementara.

China punya keunggulan dalam pasokan logam tanah jarang (LTJ). (Bloomberg)

Dalam perundingan dagang Juni lalu, AS menempatkan pemulihan ekspor LTJ di urutan teratas daftar permintaannya. Kedua pihak akhirnya mencapai kesepakatan awal, dan Beijing menyatakan akan meninjau dan menyetujui aplikasi ekspor yang memenuhi syarat sesuai hukum.

Namun pada Oktober, Kementerian Perdagangan China kembali mengumumkan aturan baru dengan alasan keamanan nasional.

Perusahaan luar negeri kini wajib mendapatkan izin jika nilai produk mereka mengandung sedikitnya 0,1% LTJ asal China, atau jika produk itu dibuat menggunakan teknologi China terkait penambangan, peleburan, daur ulang, maupun pembuatan magnet.

Langkah ini mirip dengan kebijakan AS yang membatasi akses perusahaan China terhadap chip mutakhir dan peralatan produksinya.

Beijing juga menegaskan bahwa izin ekspor untuk penggunaan militer hampir pasti tidak akan disetujui, sementara permohonan untuk aplikasi semikonduktor dan kecerdasan buatan akan ditinjau secara selektif.

Bagaimana AS Berupaya Meningkatkan Produksi Domestik?

Sekitar 70% impor LTJ AS masih bergantung pada China, ketergantungan yang membuat sektor industri pertahanan AS rentan, mengingat jet tempur F-35 membutuhkan lebih dari 900 pon atau sekitar 408 kilogram LTJ, menurut Departemen Pertahanan AS.

Trump ingin memperkuat pasokan domestik. Pada Maret, dia menandatangani perintah eksekutif yang menggunakan wartime emergency powers untuk memperluas produksi dan pengolahan mineral penting serta LTJ di AS. Langkah ini bertujuan mempercepat pendanaan, pinjaman, dan izin proyek baru.

Presiden kemudian memerintahkan investigasi rantai pasok mineral strategis AS untuk menilai apakah ketergantungan pada impor membahayakan keamanan nasional dan apakah tarif baru perlu diberlakukan.

Namun, peningkatan pasokan dalam negeri tidak bisa terjadi dalam waktu singkat. Saat ini hanya ada satu tambang LTJ aktif di AS,  tambang Mountain Pass milik MP Materials Corp. di Gurun Mojave, California, yang dibuka kembali pada 2018.

Membangun proyek baru akan memakan waktu bertahun-tahun dan biaya besar. Sementara itu, jika tarif diberlakukan, perusahaan AS yang membutuhkan LTJ kemungkinan harus membayar lebih mahal, dengan catatan China masih mengizinkan ekspor bahan tersebut.

Pada Juli, Departemen Pertahanan AS sepakat menanamkan modal senilai US$400 juta di MP Materials, menjadikan pemerintah sebagai pemegang saham terbesar perusahaan itu.

Dana tersebut digunakan untuk membangun fasilitas manufaktur magnet berbasis LTJ, dan pemerintah menjamin akan membeli seluruh produksinya selama 10 tahun.

Trump juga melirik sumber daya mineral di luar negeri, termasuk di Greenland, wilayah otonomi Denmark yang memiliki cadangan LTJ terbesar kedelapan di dunia.

Selain itu, Washington menandatangani perjanjian kerja sama dengan Ukraina untuk mengembangkan mineral strategis, meski negara itu belum memiliki cadangan besar yang diakui layak secara ekonomi.

(bbn)

No more pages